Industri film animasi global selama ini didominasi oleh studio-studio raksasa asal Amerika Serikat dan Jepang. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara Asia lainnya mulai menunjukkan taringnya dalam dunia animasi. Dua film yang menjadi bukti kuat dari kebangkitan ini adalah "Ne Zha 2" dari China dan "Jumbo" dari Indonesia. Dengan kisah lokal dan teknik animasi modern, kedua film itu membawa semangat baru, yakni semangat untuk membuktikan bahwa Asia punya cerita yang tak kalah menarik.
Setelah kesuksesan besar "Ne Zha" (2019), yang mencetak rekor sebagai film animasi China terlaris sepanjang masa, sekuelnya "Ne Zha 2" hadir dengan ekspektasi tinggi.
Disutradarai oleh Yang Yu, yang dikenal sebagai Jiao Zi, kisah epik fantasi ini menyelami lebih dalam mitologi China, mengikuti kisah bocah dewa pemberontak Ne Zha dan sekutunya Ao Bing saat mereka berjuang untuk merekonstruksi bentuk fisik mereka setelah kejadian dalam film pertama. Dengan bantuan Taiyi Zhenren yang abadi, mereka menempuh petualangan berisi pencarian jati diri, takdir, dan perlawanan.
Dengan kualitas animasi yang semakin matang dan jalan cerita yang kompleks, "Ne Zha 2" menunjukkan bahwa animasi China tidak lagi sekadar "mengejar ketertinggalan," tetapi sudah siap bersaing secara global. Visual yang memukau, koreografi pertempuran yang dinamis, serta kedalaman karakter menjadi kekuatan utama film ini.
Jiao Zi mengungkapkan bahwa film ini berakar kuat pada budaya tradisional China. "Kreasi-kreasi dalam film 'Ne Zha 2' berakar pada negeri tempat kreasi-kreasi tersebut berasal. Tim produksi menyerap esensi dari banyak budaya tradisional China," katanya seperti dikutip Antara News pada 24 Februari 2025.
"Ne Zha 2" berhasil meraih kesuksesan besar dan meraup pendapatan sebesar lebih dari 2 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.484). Film ini pun dinobatkan menjadi film animasi terlaris sepanjang masa, mengalahkan film animasi garapan Pixar Animation Studios "Inside Out 2".
Sementara itu di Indonesia, film "Jumbo" yang diproduksi oleh Visinema Pictures mencuri perhatian. Menitikberatkan pada kualitas teknis, "Jumbo" adalah lompatan besar bagi industri animasi lokal.
Mengisahkan petualangan seorang anak laki-laki bernama Don untuk mewujudkan mimpinya, "Jumbo" menyajikan cerita yang hangat dan universal. Film besutan Ryan Adriandhy yang dirilis pada 31 Maret 2025 ini mencetak rekor dengan 10 juta lebih penonton dalam 60 hari tayang di bioskop. Angka ini menjadikannya film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak dan film animasi Asia Tenggara tersukses sepanjang masa.
Walaupun masih tahap awal dalam hal infrastruktur dan ekosistem industri, "Jumbo" berhasil membuktikan bahwa Indonesia punya potensi besar. Lebih dari sekadar film anak-anak, "Jumbo" merupakan manifestasi dari mimpi besar animator-animator muda Indonesia.
Kedua film ini adalah bagian dari tren yang lebih luas, yaitu kebangkitan film animasi Asia. Negara-negara Asia lainnya seperti Korea Selatan (Korsel) dan Malaysia juga mulai menunjukkan geliat dengan berbagai proyek animasi yang mengusung identitas masing-masing. Film animasi Malaysia "Ejen Ali The Movie 2", yang serial animasinya juga cukup populer, sudah dirilis pada Mei lalu. Pada bulan yang sama, film animasi Korsel berjudul "Lost in Starlight" juga diluncurkan di Netflix, menjadi film animasi Korsel pertama yang dirilis melalui platform tersebut.
Fenomena ini tak lepas dari perkembangan teknologi digital, dukungan pemerintah, serta tumbuhnya pasar domestik yang semakin menghargai produk lokal. Para kreator Asia kini tak lagi merasa harus meniru Barat. Mereka menyadari bahwa kekuatan utama justru ada pada cerita-cerita yang lahir dari tanah sendiri.
Dengan "Ne Zha 2" dan "Jumbo", kita melihat dua wajah Asia yang berbeda namun memiliki semangat yang sama, yaitu membawa cerita lokal ke panggung dunia dengan bangga. Ini bukan sekadar tentang animasi, tetapi tentang identitas, kreativitas, dan keberanian untuk mendefinisikan ulang apa artinya menjadi bagian dari industri hiburan global. Masa depan animasi Asia tampaknya semakin cerah. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin dekade mendatang akan menjadi "Dekade Asia" dalam dunia animasi internasional.