Mencari pekerjaan memang bukan perkara mudah. Di tengah kondisi ekonomi yang menantang dan persaingan kerja yang semakin ketat, maraknya penipuan berkedok lowongan kerja justru makin meresahkan. Para pelaku memanfaatkan berbagai cara untuk menjebak korban, termasuk melalui jejaring profesional seperti LinkedIn.
Lebih parahnya, laporan Business Insider menyebut banyak iklan lowongan palsu di platform semacam ini kini dibuat dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan seperti AI atau ChatGPT. Hal ini membuat penipu lebih mudah menyiapkan jebakan tanpa perlu repot.
Seperti diungkapkan Lisa Plaggemier, Direktur Eksekutif National Cybersecurity Alliance, “Semakin banyak pengangguran, jika saya penjahat, maka semakin besar pula pasar untuk penipuan saya.”
Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS mencatat, laporan konsumen terkait penipuan lowongan kerja dan agen tenaga kerja fiktif melonjak tiga kali lipat antara 2020 hingga 2024. Kerugian finansialnya pun membengkak drastis, dari sekitar US$ 90 juta (Rp 1,5 triliun) menjadi US$ 501 juta (Rp 8,35 triliun).