Menguak Misteri Kampung Pitu Gunungkidul, Hanya Boleh Ditempati 7 Keluarga

Menguak Misteri Kampung Pitu Gunungkidul, Hanya Boleh Ditempati 7 Keluarga

Kota Yogyakarta, menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi. Setiap sudut kota ini, memiliki banyak cerita. Tak hanya sejarah, Yogyakarta juga menawarkan wisata alam yang cukup menggoda. Salah satunya adalah Gunungkidul. Kabupaten yang berada di sisi Timur Yogyakarta ini memiliki kepadatan penduduk yang relatif rendah daripada kabupaten lainnya.

Namun, tahukah kamu jika di sisi timur Gunung Api Purba Nglanggeran, terdapat sebuah kawasan sakral bernama Kampung Pitu? Yup, kampung ini memiliki peraturan unik, yakni hanya boleh dihuni oleh 7 Kepala Keluarga (KK). Tidak boleh kurang, tidak boleh lebih.

Selain itu, mereka yang boleh tinggal dan bermukim di tanah yang terletak di Dusun Nglanggeran Wetan ini hanyalah turunan dari Eyang Iro Kromo, sosok yang yang pertama kali tinggal di Kampung Pitu pada ribuan tahun lalu. Wah, kenapa bisa begitu ya? Kita simak ulasan berikut, yuk!

Sekilas Kampung Pitu yang terletak di Kelurahan Nglanggeran, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), itu seperti kampung pada umumnya. Namun ada banyak cerita mistis yang mengelilinginya.

Legenda Kampung Pitu berawal dari ditemukannya sebuah pohon kina Gadung Walung oleh seorang abdi Keraton Yogyakarta. Ternyata di dalam pohon tersebut terdapat sebuah benda pusaka yang konon memiliki kekuatan besar.

"Awalnya Kampung Pitu itu bernama Telogo Guyangan dalam arti Jawa adalah Telaga Tempat Memandikan Ternak (guyangan)," cerita Tetua dan juru kunci Kampung Pitu, Redjo Dimulyo, dilansir dari Vice, Selasa (13/7/2021).

Misteri Kampung Pitu Gunungkidul (Vice)

Telogo Guyangan pun diyakini merupakan telaga yang awalnya digunakan untuk memandikan kuda sembrani, kuda gaib tunggangan para Bidadari. Konon ceritanya setiap kuda sembrani yang dimandikan di Telogo Guyangan akan meninggalkan jejak di Gunung Api Purba Nglanggeran.

Dulunya para Abdi dalem Keraton sering mengambil telapak kaki kuda tersebut dengan doa-doa tertentu. Cerita ini dipercaya secara turun temurun. Bahkan warga menyakini, sisa tapak kaki kuda sembrani masih ada hingga saat ini.

Di sekitar Telogo Guyangan, sempat diadakan sayembara oleh abdi keraton. Sayembara itu berbunyi, siapa saja yang mampu untuk merawat atau menjaga benda pusaka yang terdapat di dalam pohon kina Gadung Walung, akan diberi imbalan berupa tanah secukupnya untuk anak-anak keturunannya.

Konon, Eyang Iro Kromo-lah yang akhirnya berhasil menjaga pohon tersebut, dan kemudian anak cucunya diperkenankan tinggal di tempat tersebut.

Setelah kejadian tersebut banyak orang-orang sakti yang berdatangan dan ingin tinggal di daerah Kampung Pitu. Namun yang bertahan hanya tinggal tujuh orang sedangkan yang lain meninggal.

"Sekarang pusakanya di mana ya engga kelihatan, tapi ada. Gunung Nglanggeran itu kan kepalanya Gunung Merapi, jadi memang sakral, tanahnya berbahaya di sini. Enggak semua orang kuat tinggal di sini," ungkap Redjo, yang masih keturunan Eyang Iro Kromo.

Redjo kini sudah berusia sekitar 103 tahun, tapi catatan-catatan dari beliaulah yang menjadi warisan bagi anak keturunan warga Kampung Pitu kelak. Redjo mengatakan, bahwa desanya ini telah ada sejak 1400-an. Namun menariknya, selama waktu yang begitu panjang, desa tersebut baru memiliki empat juru kunci.

"Kalau dihitung enggak masuk akal ya? Masa 600 tahun juru kuncinya baru empat? Tapi eyang saya itu pas meninggal tahun 1925 umurnya 210 tahun, orang dulu memang sakti mandraguna," jelas Rejo.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"