Beberapa hal yang selalu muncul saat musim hujan antara lain air, jamur, dan flu. Yang pertama, datang dalam jumlah banyak karena kita tinggal di negara tropis. Kedua adalah siklus kehidupan yang mengurai rantai karbon. Dan yang terakhir saat kita tidak menjaga kesehatan tubuh.
Sedangkan bagi kaum baper, nambah satu lagi. Musim hujan adalah kenangan atas mantan yang terus menetes dari langit-langit ingatan. Seperti bocor, kalau nggak segera diatasi lantai akan penuh genangan air mata.
Ingat dong saat kalian sakit demam, pacar nemenin hingga sembuh. Kepala kalian dikompres, dibuatin bubur, mungkin juga dikelonin biar anget saat hujan deras mengguyur kota dan semua menjadi sepi. Mengenangnya hanya akan menggugah penderitaan batin yang tak kunjung terobati.
Tetapi penderitaan batin manusia tidak hanya urusan kelangan banjur kelingan (kehilangan lantas keinget). Kehidupan ini menyajikan banyak sekali cobaan hidup. Pekerjaan, keuangan, politik, konflik keluarga, grup whatsapp penghakiman, pokoknya semua hal yang membuat kamu tak lagi bersemangat untuk beranjak dari kasur.
Beragam cara ditawarkan untuk mengobati kesakitan perasaan ini. Beberapa manjur, banyak yang tidak, tanpa biaya, atau malah mendatangkan penderitaan lain karena harus membayar biaya psikiater meskipun sekarang sudah ditanggung sama BPJS. Kesehatan memang tak hanya urusan fisik, justru ketika kesehatan psikis tidak ditangani dengan benar akan merugikan individu, masyarakat, bahkan negara.
Seorang ahli ekonomi asal Jerman pernah mengatakan bahwa "Satu-satunya obat dari penderitaan batin adalah sakit pada fisik". Sepintas kita tentu sangsi dengan pernyataan ini. Bagaimana seseorang yang sedang sakit justru akan disembuhkan penderitaan batinnya. Bukankah kalau sakit jadi keinget hal-hal yang bikin galau tadi?
Memang akan seperti itu jika seseorang tenggelam dalam rasa sakitnya. Penderitaan batin yang selama ini dipendam semakin teramplifikasi dengan kondisi hormonal yang tak stabil. Penjelasan atas pernyataan tadi hanya mungkin dipahami jika seseorang melihat dari sisi lain ketika sedang nggak enak badan.
Kalian pasti pernah mendengar istilah jika kita sedang sakit patutnya kita bersyukur, karena Tuhan masih memberi kita nyawa untuk merasakan sakit itu? Atau jangan-jangan rasa sakit pada tubuh merupakan pelarian diri dari kegalauan perasaan? Bukan, bukan itu jawabannya. Sudah jelas yang dikatakan adalah obat, eskapis bukanlah obat. Ia tak menyasar langsung sumber sakitnya.
Rumi juga mengatakan bahwa "Obat untuk rasa sakit adalah sakit itu sendiri." Mungkin kita kadang terlupa jika sakit yang kita rasakan hanyalah gejala. Demam adalah gejala yang dirasakan saat tubuh membentengi diri dari bekteri influenza. Suhu tubuh ditingkatkan agar bakteri tersebut mati dengan sendirinya. Begitu juga dengan batuk sebagai mekanisme mengeluarkan bakteri jahat dari saluran pernafasan dan ingus untuk memproteksi lobang hidung.
Jika sudah seperti ini, kita bisa menghadapi flu dengan sikap yang lebih positif saat musim hujan datang. Bahwa yang negatif hanyalah pikiran kita. Tubuh secara otomatis berjuang untuk menghalau penjajahan makhluk asing yang menginfiltrasi. Melawan penderitaan adalah kodrat yang diberikan Tuhan kepada ciptaanya. Maka sakit pada fisik adalah jalan yang ditunjukan bagi kalian untuk melawan penderitaan batin.
Ya meskipun nggak disarankan sih kalau kalian lagi galau trus nyari-nyari penyakit dengan harapan nanti bisa sembuh dengan sendirinya. Jadikan pengingat bahwa saat dalam keadaan tertekan, fisik kita lebih tahu bagaimana mengatasi masalah ketimbang psikis. Hanya kita sendiri yang berkuasa atas pikiran kita ketika mengalami penderitaan batin.