Kalian pasti tahu makhluk bernama vampir yang gemar menghisap darah. Banyak kisah yang menceritakan asal-usul vampir. Salah satunya berasal dari mitologi Yunani.
Kisah bermula dari seorang pemuda dari Italia yang gemar berpetualang bernama Ambrogio. Ia sangat ingin pergi ke Yunani untuk mendapatkan ramalan dari seorang Oracle kota Delphi.
Ketika menginjak usia dewasa, ia akhirnya memiliki kapal dan berlayar ke sisi barat Yunanim dekat dengan kota Astakos. Ia terus bergerak ke arah timur hingga mencapai kota Delphi.
Di kota tersebut terdapat kuil besar yang menyembah dewa Apollo, dewa matahari. Seorang Oracle bernama Phytia kerap memberikan ramalan kepada siapa saja yang mendatanginya. Biasanya ia bersemedi di dalam kuilnya dan membaca ramalan yang diberikan oleh Apollo.
Ketika Ambrogio datang untuk meminta ramalan, Phythia justru hanya menggumam tidak jelas dan menyebut kata "Kutukan. Rembulan. Darah akan tumpah." Ambrogio sangat penasaran dengan petuah dari sang Oracle. Dia tak bisa tidur dan tetap terjaga di depan kuil.
Ia baru tersadar ketika matahari terbit dan memutuskan untuk pulang. Ketika sedang bersiap-siap, Ambrogio tiba-tiba melihat seorang perempuan cantik yang mengenakan jubah putih memasuki kuil.
Ambrogio lantas bergegas mendatangi perempuan tersebut dan memperkenalkan diri. Perempuan tersebut bernama Selene, ia adalah penjaga kuil dan juga saudari dari Phytia.
Selama beberapa hari berikutnya, Ambrogio bertemu Selene saat fajar sebelum dia memasuki kuil. Dan mereka segera jatuh cinta. Pada hari terakhirnya di Yunani, Ambrogio meminta Selene untuk menikah dengannya dan kembali bersamanya ke Italia. Dia setuju.
Selene mengatakan akan bersiap-siap terlebih dahulu dan akan menemuinya saat fajar keesokan paginya di tempat pertemuan mereka di luar kuil. Apollo, dewa matahari, menyaksikan percakapan tersebut.
Apollo sendiri ternyata menyukai Selene yang cantik. Ia marah karena cemburu. Melihat seorang Ambrogio bisa datang ke kuilnya dan membawa pergi salah seorang gadisnya.
Saat matahari terbenam malam itu, Apollo menampakkan diri kepada Ambrogio dan mengutuknya. Mulai hari Ambrogio sama sekali tidak bisa terkena sentuhan sinar matahari Apollo karena akan membakar kulitnya.
Mendapati kutukan tersebut Ambrogio menjadi putus asa. Usahanya untuk mencintai Selene bisa jadi gagal karena ia tidak bisa menepati janji untuk bertemu dengannya keesokan hari.
Di tengah kegalauannya, Ambrogio pergi ke sebuah gua dan bertemu dengan Hades. Dewa penguasa alam bawah. Hades mendengarkan ceritanya dan menjanjikan pengamanan di alam bawah kalau Ambrogio bisa membawakannya busur perak milik Artemis. Mereka sepakat.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Hades memberikan sebuah busur magis dengan 11 anak panah untuk berburu. Gunanya untuk mendapatkan buruan yang nantinya akan dipersembahkan ke Artemis. Ketika Artemis sudah percaya pada Ambrogio, ia akan memiliki kesempatan untuk mencuri busur peraknya.
Sebagai jaminan, Ambrogio harus meninggalkan jiwanya bersama Hades. Jika ia gagal mendapatka busur tersebut, ia akan tinggal bersama Hades untuk selamanya dan tak bisa bertemu dengan Selene. Ambrogio terpaksa mengiyakan.
Ambrogio ingin sekali menceritakan apa yang terjadi padanya kepada Selene. Tetapi ia tidak punya cara untuk melakukannya. Ia hanya memiliki perkamen dan memutuskan untuk menangkap seekor angsa dengan senjatanya.
Bulu angsa ia gunakan sebagai pena. Sedangkan darah angsa sebagai tintanya. Ia mengatakan akan mencari jalan agar mereka bisa bersama kembali. Ambrogio meniggalkan catatan tersebut di tempat janjian mereka dan pergi kembali ke persembunyian untuk menghindari sinar matahari.
Tentu saja Selene sangat terguncang membaca catatan tersebut. Tetapi ia memutuskan untuk tetap bekerja di kuil tersebut agar Apollo tidak tambah murka.
Esoknya Selene kembali ke tempat tersebut dan tak jua bertemu Ambrogio di sana. Namun ia kembali mendapatkan perkamen yang ditulis dengan tinta darah. Isinya adalah puisi cinta dari Ambrogio.
Sebelum pagi selama 44 hari, Ambrogio membunuh angsa dan menggunakan darahnya untuk menulis puisi cinta kepada Selene. Setelah mengeringkan darahnya dan mengambil satu bulu, ia mempersembahkan tubuh angsa sebagai penghargaan kepada Artemis, dewi berburu dan bulan, dan juga saudari Apollo.
Dia berharap bahwa bahkan jika dia tidak bisa mencuri busurnya, Artemis akan merasa terhormat dengan upeti dan dapat meyakinkan saudara lelakinya Apollo untuk menghapus kutukan itu.
Pada malam ke-45, Ambrogio hanya memiliki satu panah yang tersisa. Dia menembak angsa dan meleset, panah melayang ke kejauhan. Dia tidak punya darah untuk menulis puisi Selene maupun angsa untuk dikorbankan kepada Artemis. Dia jatuh ke tanah dan menangis.
Melihat kemampuan berburu dan dedikasinya sebagai seorang penyembah, Artemis jatuh iba lantas mendatanginya. Ambrogio memohon Artemis untuk meminjamkan busur perak dan panahnya sehingga dia bisa membunuh satu angsa terakhir dan meninggalkan satu catatan terakhir kepada Selene.
Artemis kasihan padanya dan setuju memberikan busur perak dan panah tersebut. Namun karena putus asa, Ambrogio malah berlari ke arah gua untuk bertemu dangan Hades. Artemis menyadari apa yang terjadi dan malah mengutuknya sendiri.
Kutukan itu menyebabkan semua perak yang menyentuh kulit akan membakarnya. Ambrogio menjatuhkan busur perak dan terjerembab ke tanah kesakitan. Artemis geram terhadap tipuan tersebut, tetapi dia memohon maaf padanya. Dia menjelaskan kesepakatan yang terpaksa dia buat dengan Hades, kutukannya oleh Apollo, dan cintanya pada Selene.
Dia meminta maaf sebesar-besarnya dan bersumpah bahwa dia tidak punya pilihan lain. Artemis sekali lagi merasa kasihan kepadanya. Dan memutuskan untuk memberinya satu kesempatan terakhir.
Dia menawarkan untuk menjadikannya pemburu yang hebat, sehebat dirinya, dengan kecepatan dan kekuatan dewa dan taring yang digunakan untuk mengalirkan darah binatang buas untuk menulis puisinya.
Sebagai imbalan untuk keabadian ini, ia harus menyetujui suatu kesepakatan. Dia dan Selene harus melarikan diri dari kuil Apollo dan hanya menyembah Artemis selamanya.
Yang menarik adalah bahwa Artemis adalah dewi perawan, dan semua pengikutnya harus tetap suci dan belum menikah, sehingga Ambrogio tidak pernah diizinkan menyentuh Selene lagi. Mereka tidak pernah bisa mencium, tidak pernah menyentuh, tidak pernah memiliki anak.
Ambrogio setuju. Setidaknya dengan cara ini dia dan Selene bisa bersama. Dia membunuh angsa lain dan meninggalkan Selene catatan yang mengatakan padanya untuk menemuinya di sebuah kapal di dermaga. Sebelum subuh keesokan paginya, Selene melihat surat itu dan melarikan diri sebelum Apollo menemukannya.
Ketika Selene tiba di dermaga, dia menemukan kapal Ambrogio dan menemuinya di lambung kapal. Ada peti mati kayu dengan catatan di atasnya, berisi perintah kepada kapten kapal untuk berlayar, dan membuka peti mati hanya setelah matahari terbenam.
Dia melakukan seperti yang dikatakan dalam pesan itu, dan setelah matahari terbenam dia membuka peti mati untuk menemukan Ambrogio hidup dan sehat di dalamnya.
Pasangan itu berlayar ke Efesus. Di sana mereka tinggal di sebuah gua di siang hari dan menyembah Artemis di kuil agungnya setiap malam. Mereka hidup bahagia bersama selama bertahun-tahun, meski tidak pernah saling menyentuh, tidak pernah mencium, tidak pernah memiliki anak.
Setelah beberapa tahun, keabadian Ambrogio memungkinkannya untuk tetap muda, tetapi Selene terus menua sebagai manusia. Dia akhirnya jatuh sakit dan berada di ranjang kematiannya.