Menikah merupakan sunnah Nabi yang dianjurkan oleh agama. Menikah menjadi salah satu bentuk ibadah agar terhindar dari perbuatan maksiat.
Rasulullah Saw. bersabda, “Hai para pemuda! Barang siapa di antara kalian sudah mampu (lahir-batin) untuk menikah, segeralah menikah karena menikah lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun, barang siapa belum mampu, berpuasalah karena puasa bisa menjadi perisai (dari perbuatan keji).” (H.R Bukhari).
Hadis di atas menjelaskan bagaimana umat Muslim dianjurkan menikah bagi yang telah mampu secara lahir dan batin. Jika cuma siap lahir tapi belum pada batinnya karena tidak siap menerima segala cobaan pernikahan, maka jangan pernah memutuskan menikah.
Begitu pun sebaliknya. Jika hal itu terjadi, maka bukan kebahagiaan yang akan diperoleh, melainkan hanya tekanan batin saja.
Itu sebabnya, banyak orang yang belum siap menikah karena kedua hal tersebut. Beberapa mungkin sudah ada cukup secara ekonomi, tapi belum siap menikah karena alasan lain. Entah itu karena masih dalam fase pendidikan, ingin membahagiakan orang tua atau fokus membiayai keluarga.
Seperti bentuk ibadah lainnya, pernikahan harus dijalankan dengan penuh khidmat dan tenang. Sebab, menikah bukanlah seperti lomba balap karung yang ditentukan dengan kecepatan siapa yang akan menjalaninya. Karena siapa saja bisa menyegerakan pernikahan jika sudah siap lahir batin.
Rasulullah Saw pernah memiliki sahabat yang sering melawan naluri karena mereka menolak dunia, tak mau menikah dan melakukan kerahiban.