Gaji yang didapat Idris saat itu pun tak seberapa, hanya Rp100 ribu. Itu pun dibayarkan kalau dana BOS cair. Padahal, kadang dana BOS keluar tiga bulan atau empat bulan sekali.
"Pada saat itu saya digaji hanya Rp 100 ribu saja. Itu pun dibayarkan kalau dana BOS cair. Jadi menunggu, kadang-kadang dana BOS itu keluar tiga bulan atau empat bulan sekali tapi saya tetap mengajar di situ," sambungnya.
Meski jauh dan akses yang sulit ditempuh, Idris meyakini jika anak-anak di sekolah itu membutuhkan sosok guru yang mengajar dan membina mereka. Itu sebabnya ia bertahan mengajar di sana hingga tahun 2009.
"Kalau tidak ada guru siapa lagi yang akan mengajar. Di sana itu hanya ada dua guru, kemudian kalau ditinggalkan, mereka nggak ada guru akhirnya saya memutuskan untuk mengabdikan diri. Menghibahkan diri saya untuk mengajar selama lima tahun di sana," ucapnya.
# Sempat Mengajar di Malaysia Sampai Kemudian Jadi Orangtua Asuh
Anak-anak asuh Idris (detik.com)
Setelah selesai mengabdi di tahun 2009, Idris mengikuti seleksi CPND dan diterima sebagai Aparatur Sipil Negara (SN) pada tahun 2010. Idris kemudian mengajar di SDN Otista Kota Sukabumi.
Pada tahun 2015, Idris jadi satu-satunya guru di Sukabumi yang lolos seleksi dari Kementerian Pendidikan dan kebudayaan sebagai guru SILN dengan jumlah murid sekitar 14 ribu.
Ia kemudian menjadi guru SILN di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia hingga tahun 2019.
Di Malaysia, ia mendapat banyak pengalaman dan mendapat ide untuk membantu anak-anak buruh migran di sana.
Saat sudah purna tugas di Malaysia, Idris bahkan membawa enam orang anak untuk kemudian disekolahkan di SMAN 5, sekolah yang bekerjasama dengan Idris juga.
Idris kemudian membangun asrama berbentuk rumah dua unit dengan dua lantai di Jalan H. Hamid Cibuntu, Kelurahan Sindangpalay, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi. Asrama itu digunakan oleh anak buruh migran putra dan putri.