Sebuah dusun bernama Ngaglik di Desa Kedungasem, Kecamatan Sumber, Rembang, Jawa Tengah nggak pernah sekalipun dimasuki bupati atau pejabat lainnya. Hal ini disebabkan adanya mitos yang membuat mereka nggak berani melakukannya. Seperti apa sih mitos tersebut?
Sebuah desa yang muram dan penuh dengan mitos menyeramkan seperti tampaknya nggak cuma ada di dunia fiksi atau latar film horor aja. Realitanya, di Indonesia ada sebuah dusun yang memiliki mitos sangat kuat. Saking kuatnya, bupati dan pejabat lainnya nggak ada yang berani masuk ke dusun ini, lho.
Nama wilayah penuh mitos ini adalah Dusun Ngaglik yang berlokasi di Desa Kedungasem, Kecamatan Sumber, Rembang, Jawa Tengah. Desa ini dilingkupi mitos pembawa sial. Jadi katanya, kalau kamu punya jabatan seperti bidan atau pegawai negeri sipil (PNS) dan masuk ke sana, jabatanmu bisa saja hilang usai masuk ke wilayah dusun tersebut.
Masalahnya, mitos ini dipercaya oleh warga Desa Kedungasem. Hal ini membuat banyak orang takut untuk berurusan dengan berbagai hal yang terkait dengan Dusun Ngaglik. Wah, nggak kebayang nih warganya terkunggung kaya gimana.
Sebagai contoh, meski ada ibu akan melahirkan di dusun ini, bidan akan berpikir dua kali untuk mendatanginya. Mau nggak mau, warga dusunlah yang harus mengantarkannya ke bidan untuk membantu proses kelahiran. Bikin repot dan membahayakan banget, ya? Kalau kenapa-kenapa di jalan gimana? Tapi ya mau gimana lagi. Siapa pula yang mau habis nolong orang malah ketiban sial. Keluarga juga nggak mau ambil risiko daripada lahiran sendiri di rumah.
Sukarjan, salah seorang tokoh masyarakat dari Dusun Ngaglik mengaku kebingungan dengan anggapan orang-orang terkait mitos yang nggak rasional tersebut. Menurutnya, kalau orang sudah mengaku beragama, mestinya paham kalau nasib itu sudah kehendak Tuhan Yang Maha Esa, bukan karena masuk ke wilayah suatu desa.
"Segala sesuatu atas kehendak Allah Swt. Kalau cuma masuk Ngaglik saja menjadikan pangkat dicopot kan nggak mungkin," kata Sukarjan, dilansir dari inibaru.id pada Minggu (7/3/2021) lalu.
Nggak hanya bidan, pegawai pemerintah saja saat hendak memberikan bantuan sumur, nggak mau datang langsung ke Dusun Ngaglik. Untuk monitoring dan survei, sang pejabat hanya mewakilkannya ke perangkat desa. Hal ini membuat warga kurang berkenan.
"Pernah ada bantuan sumur. Pegawainya di balai desa, lalu kameranya dititipkan pak perangkat desa. Perangkat desa yang ngalahi datang ke sini," ujarnya.
Ketakutan nggak berdasar ini nggak hanya dilakukan di kalangan pejabat atau bidan saja. Para pekerja seni atau bahkan tukang kayu juga nggak mau masuk ke dusun tersebut.
Alhasil, sangat jarang di dusun tersebut ada acara kebudayaan seperti tayub atau ketoprak. Bahkan kalau ada warga yang mau membangun atau merenovasi rumah, mau nggak mau kayu yang akan dipakai harus dibawa ke luar dusun terlebih dahulu untuk diolah. Ribet juga, ya?
"Saya sendiri mengalami. Kayu saya angkut keluar dusun. Kan akhirnya harus tambah anggaran untuk angkutan, tambah tenaga, tambah waktu. Jadi nggak hemat. Itu baru soal mau motong kayu lo, belum yang lain," tambahnya lagi.