Abu Hurairah mengatakan sabda Rasulullah yaitu “Setiap anak Adam telah ditakdirkan mendapat bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa dielakkan. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR Muslim nomor 6925)
Semua anggota badan berpotensi untuk melakukan semua bentuk zina di atas. Mengantarkan kemaluan untuk melakukan zina yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Allah melarang perbuatan ini dengan menjauhi semua sebab yang mengantarkannya.
Allah SWT berfirman, “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.” (QS Al Isra: 32)
Dari firman inilah bisa disimpulkan, jika sejatinya pacaran adalah perbuatan maksiat. Sementara ketika seseorang berbuat maksiat, maka bisa menghapus amalan shaleh yang pernah dikerjakannya, termasuk puasa yang sedang dijalani.
Al-Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.” (Fathul Bari, 4/117).