Keraton Surakarta di Solo, Jawa Tengah memiliki tradisi unik setiap menyambut malam Lailatul Qadar. Salah satu tradisi yang selalu dilakukan turun-temurun adalah menjalani malam selikuran.
Apa itu malam selikuran? Tradisi unik ini identik dengan prosesi mengarak tumpeng sewu atau seribu dan lampion dari keraton ke Masjid Agung Surakarta. Pada Ramadan 2024 malam selikuran akan dilakukan pada Sabtu 30 Maret 2024.
Proses malam selikuran dimulai dari prajurit keraton keluar dari pintu utama keraton yang berjalan pelan. Barisan pertama para prajurit membawa umbul-umbul dan bendera keraton. Mereka berjalan sangat pelan dan menghayati prosesinya.
Di belakang prajurit keraton dilanjutkan dengan iring-iringan abdi dalem keraton yang jumlahnya cukup banyak. Kemudian beberapa anggota keluarga keraton turut berjalan dalam iring-iringan rombongan. Setibanya di masjid, rombongan masuk ke dalam dan berdoa bersama.
Malam selikuran berasal dari bahasa Jawa yang artinya selikur atau dua puluh satu. Malam selikuran selalu dilakukan di malam ke-21 Ramadan tiap tahunnya. Malam Lailatul Qadar juga diperingati sebagai waktu Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama kali dalam bentuk Al-Quran.
Sejak ratusan tahun lalu tradisi malam selikuran selalu dilakukan di Malam Lailatul Qadar bulan Ramadan. Tradisi ini selalu dilestarikan oleh Keraton Surakarta dan warga Solo. Setiap tradisi ini dilakukan, warga berbondong-bondong ikut menyaksikan dari dekat.
Sebenarnya selain di Solo, Jawa Tengah, masih banyak beberapa daerah di Indonesia yang melakukan tradisi Malam Lailatul Qadar. Misalnya yang dilakukan sebuah desa di Wonogiri, Jawa Tengah. Para warga melakukan acara kenduri sambil makan malam bersama dengan menu ayam ingkung dan nasi gurih.