Alien Curhatan Soal Hari Kiamat

Alien Curhatan Soal Hari Kiamat
Alien (Liputan6.com)

Saya langsung teringat pada sebuah sekte yang mengaku akan mendaratkan UFO di Monas tahun lalu, tapi tak ada apa pun yang menclok di sana hingga hari ini. Penasaran saya bertanya, “Kenapa batal?”

“Aku terlambat,” jawabnya dengan muram.

Ia tak memperhitungkan arus kemacetan di wormhole Bima Sakti, yang membuatnya telat nyaris setahun dari tanggal yang disepakati. Tak ada yang senang dengan keterlambatan separah itu, apalagi rakyat Indonesia yang terkenal selalu tepat waktu dalam hal melakukan kehebohan.

Namun, bukan cerita itu yang sebenarnya ingin ia tuturkan. Sambil mengunyah terasi, ia beringsut mendekati saya. “Tahukah kau bahwa kiamat sudah amat dekat?” bisiknya dengan geraman lirih.

“Hmm?”

Ingin saya terangkan bahwa berita macam itu sudah amat basi. Orang-orang terus meributkan kiamat seolah esok bakal terjadi, mengarang-ngarang tanggalnya, lalu meminta maaf kepada publik ketika kiamat batal datang akibat satu kesalahan teknis.

Namun, belum pernah ada alien yang meramalkan kiamat. Apalagi bila alien tersebut mengabarkannya di rumahmu sambil menjadikanmu sandera. Maka, saya biarkan ia terus bercerita bahwa semua tanda kiamat telah lengkap, minus kedatangan Dajjal dan matahari yang terbit dari barat.

Tanda pertama, terang alien itu, adalah orang-orang yang kepingin menjadi saleh dengan cara-cara keliru.

“Rumah ibadahnya dibangun sambil merusak rumah ibadah lain. Golongannya didukung sambil mementungi golongan lain. Kitab dijadikan pembenaran dan bukannya rujukan. Dan, akan ada serombongan manusia yang berziarah ke Kabah dengan meminta bantuan setan.”

Saya bergidik mendengar keterangannya, terutama urusan berziarah dengan bantuan setan itu. Namun, ia tak peduli dan terus saja berceloteh sambil memamah seledri.

Dan, tanda yang kedua membuat saya makin ciut. “Sebentar lagi, akan kau lihat manusia sebangsamu yang terbelit urusan dari masa lalunya. Dia, saat itu, akan menjadi manusia yang paling membutuhkan motivasi ketimbang siapapun di republik ini.”

“Itu tanda kiamat juga?” tanya saya.

“Memangnya aku sedang bercerita tentang tanda-tanda apa?” Alien itu terdengar gusar. “Kau tak menyimakku, ya?”

Jujur saja, semua tanda kiamat yang diomongkan olehnya terlalu sulit untuk saya terima sebagai kebenaran. Ia tak menyinggung peristiwa-peristiwa besar yang telah diramalkan oleh siapapun pada masa lalu. Misalnya kebangkitan suku badui di Timur Tengah, keringnya danau Tiberias, atau peristiwa yang semacam itu.

Andaipun ingin membual, ia tak menciptakan bualan fantastis. Saya kadung berharap ia akan menyinggung kemunculan Atlantis atau datangnya keponakan jauh Dajjal dari Planet Nibiru, atau meletusnya lusinan gunung secara serempak, atau apa pun yang bisa membuat saya gumun sekaligus gelisah.

“Seorang lelaki yang tak begitu rupawan akan mengaku sebagai pemuka agamamu dan menjadi bandar narkotika sesudahnya,” ujarnya. Separuh isi kulkas telah dilahapnya.

“Itu tanda nomor berapa?”

“Tak akan lama lagi akan kau lihat wajahnya. Bersama dua wanita yang semuanya tak rupawan,” ia mendesah. “Bila hanya ingin menjadi buaya darat amatiran, kenapa ia harus menjual narkotika segala? Tak masuk akal.”

Alien (Liputan6.com)

Ramalan kiamatnya kini terdengar seperti berita infotainment, dan itu membikin saya berpikir bahwa waktunya bermain-main telah habis. Dengan nada suara sesantun kasir swalayan mengucap salam, saya memintanya untuk pergi.

Ibu sebentar lagi pulang, kata saya, dan ia tak akan senang mendapati belanjaannya digarong seseorang, atau tepatnya sesuatu. Ia tak takut hantu, apalagi alien. Ia hapal semua ayat yang bisa membuat makhluk-makhluk ganjil menggelinjang kepanasan.

“Ya sudah, aku pergi,” ia bangkit dan meraih pistolnya dan mengelap moncongnya dengan jemarinya yang berlendir. “Bagus, aku mengambilnya dari penjual yang kabur saat melihatku di Pasar Sore. Suara tembakannya betul-betul mirip pistolku yang hilang.”

Kini saya yakin bahwa ia mempermainkan saya. Dengan kemurkaan yang memuncak saya tendangi bokongnya hingga pintu depan. Ia terkikik menggerutu dan berkata, “Semua yang kuomongkan tadi telah dan akan terjadi, dan kelak kau akan berterima kasih padaku atas informasi itu.”

“Untuk apa kau memberiku bualan sampahmu?”

“Itu bukan bualan,” katanya jengkel. Ia berjalan menuju, ya ampun, pesawat UFO yang entah bagaimana sudah terparkir di pelataran.

Pesawat itu sewarna jelaga, melayang semeter dari tanah, berbentuk kapsul dengan ukuran tak lebih panjang dari motor bebek. Lampu biru dan merah dan kuning di bagian bawah menyala ketika ia membuka kapnya.

“Tanda kiamat yang terakhir – saya kepingin sekali menyumpal mulutnya – adalah datangnya alien yang mengabarkan hari kiamat, tapi tak ada satu pun manusia yang mempercayainya.”

Tamat~



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"