"Kadang-kadang ada acara baru, namanya belum tayang di TV kadang-kadang acaranya lama selama-lamanya, bisa dari pagi ketemu pagi karena cut-cut terus, sebenarnya sih capek nunggunya kadang-kadang lama, kadang kan kalau acara tapping gitu artisnya datangnya lama, ngaret. Kalau live sesuai jadwal cuma misalkan acara jam 12.30 WIB, kita harus standby jam 11.00, jam 10.00 karena kan kita sistemnya absen," tuturnya.
Meski begitu, Yuli menilai bahwa duka menjadi seorang penonton bayaran sebanding dengan sukanya. Pasalnya menjadi penonton bayaran tidak perlu berpikir, justru malah dihibur dan dibayar.
"Sukanya itu hiburan, pasti hiburan, apalagi kalau acaranya itu happy, yang lain lihat di TV sama apa yang kita lihat langsung itu beda jadi kita ngerti sosok ini begini, banyak teman, banyak pengalaman. Lebih banyak sukanya sih karena kerjanya nggak mikir, cuma disuruh ketawa, tepuk tangan, gitu doang sih enak," imbuhnya.
Awalnya, Yuli menjadi penonton bayaran karena tiga tahun yang lalu merasa tidak ada pekerjaan lain. Dirinya saat itu merupakan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan diajak oleh temannya yang sudah lebih dulu menjadi penonton bayaran.
"Aku baru 3 tahunan (jadi penonton bayaran). Diajak sama teman yang jadi penonton bayaran juga, dulu aku SPG di Blok M karena di PHK jadinya diajakin karena memang nggak ada kerjaan lain," tandasnya.