“Kami lebih senang main di festival. Dan festival di Eropa lah yang memang membawa nama Prison of Blues semakin diketahui di berbagai negara,” katanya.
Prison Of Blues telah memiliki sejumlah album. Album pertama “Trick or Threat” (2012) dengan 6 lagu, album kedua “Graveyard Party” (2016) 12 lagu, single “Indonesian Psycho” (2019), album singles “Bloody Valentine” (2020) 2 lagu. “Untuk saat ini kita juga masih produksi untuk album baru dengan 13 lagu,” tandasnya.
Dikatakan dia, band beraliran musik underground itu melejit setelah sering direview di majalah-majalah musik di Eropa hingga akhirnya diundang pertama kali di luar negeri tahun 2016 di Northampton, Inggris. “Dari situlah kita mulai sering manggung di luar Indonesia,” tambahnya.
Mereka juga sering sepanggung dengan band-band ternama yang memiliki genre yang sama. Ia pernah sepanggung Inner Circle yang sekota dengan Bob Marley saat festival bareng di Ceko.
“Yang paling istimewa saat di Psychobilly Meeting, Barcelona kita sepanggung bareng band-band yang dulu waktu kita belum punya lagu sendiri kita sering cover lagu mereka. Seperti Mad Sin, Demented are Go, bahkan waktu kita perform ditungguin sama vokalisnya The Living End, band ternama dari Australia,” ungkapnya.
Sementara itu, selama pandemi ini sejumlah jadwal manggung pun ikut tertunda. Seharusnya di tahun 2020 mereka harus tour di Eropa salah satunya di Festival Psychobilly Internasional yang terbesar di Barcelona untuk yang kedua kalinya.
“Kemarin harusnya kita juga mengikuti festival psychobilly di Potsdam Jerman dan negara-negara di Eropa lainnya,” jelasnya. Dengan kondisi pandemi ini mereka memilih untuk fokus membuat album baru untuk mengisi waktu luang.
Wah, keren juga ya anak daerah tapi bisa Go Internasional keliling Eropa.