Sejak ponsel berkamera muncul, selfie sudah jadi bagian dalam hidup kita, sampai kita tidak menganggapnya sebagai masalah apa pun. Namun menurut dua psikolog, foto selfie sepanjang waktu ternyata bisa berdampak negatif pada kesehatan mental kita.
Pada tahun 2014, sebuah artikel berita menciptakan istilah "selfitis", yang menyebutkan bahwa American Psychiatric Association mulai mengenalinya sebagai gangguan nyata.
Tiga tahun kemudian, dua peneliti telah melihat istilah tersebut dan telah memutuskan mungkin ada beberapa kebenaran untuk itu.
Psikolog Mark D. Griffiths dan Janarthanan Balakrishnan telah menerbitkan sebuah makalah di International Journal of Mental Health and Addiction, di mana mereka berpendapat bahwa selfitis adalah kondisi nyata, dan dapat didiagnosis sebagai selfie yang berlebihan.
# Tiga Tingkat Keparahan Kondisi Mental Selfitis
Mereka juga mengembangkan "Skala Perilaku Selfitis" dengan mensurvei perilaku selfie dari 400 peserta dari India. Skala menilai ada 3 tingkat keparahan kondisi. Yaitu:
1. Borderline, yaitu ketika seseorang melakukan selfie setidaknya tiga kali sehari, tetapi mereka tidak mempostingnya di media sosial mana pun.
2. Tingkat berikutnya adalah "akut", yang berarti mereka memposting selfie mereka.
gbr 2. Gallery HP banyak berisi selfie bisa jadi tanda gangguan jiwa (idntimes.com)
3. Tahap "kronis" yang adalah orang-orang yang tidak dapat mengontrol keinginan mereka untuk selfie setiap saat. Mereka setidaknya mengumpulkan enam posting selfie sehari.
Ketika peserta ditanyai pertanyaan seperti "Saya merasa lebih populer ketika saya memposting foto narsis saya di media sosial," atau "Ketika saya tidak mengambil foto narsis, saya merasa terlepas dari kelompok sebaya saya."