Cerita lain yang beredar adalah soal kehebatan Angku dalam memecah raga. Ungku disebut-sebut bisa menghadiri acara di beberapa tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Dan cerita yang paling dikenang oleh orang-orang tua adalah beliau pernah melempar batu kerikil saat air bah datang di sebuah kampung, air bah tersebut berbelok arah dan tidak jadi mengenai kampung.
Ungku Saliah wafat 3 Agustus 1974 di Sungai Sariak, Pariaman. Makamnya dibuat gobah yang sampai sekarang tetap dikunjungi oleh para peziarah. Para pengagum dan orang-orang yang mengetahui cerita serta seluk beluk beliau pun ikut mengkramatkan foto beliau. Fotonya pun sering dijadikan 'jimat pelaris' dagangan.
Berbeda dengan Jamari, pedagang rumah makan padang di Jalan Imam Munandar. Menurutnya, ia hanya sekadar memajang foto kakek tersebut di rumah makannya. Soal laris atau tidaknya tetap ia serahkan kepada Tuhan. Karena yang mengatur rezeki hanya Tuhan.
"Kalau saya ikut-ikutan pasang foto kakek ini saja. Dan saya tidak tahu persis dan pastinya apakah bisa membuat dagangan kami laris atau tidak," tegasnya.
Kemudian, lain lagi yang disampaikan Fardodi. Di warungnya sejak berdiri sudah memajang foto kakek tersebut. Ia beralasan memajang foto Ungku Saliah adalah identitas sebagai perantau orang Pariaman dan pengangum dari Ungku itu sendiri.
Terlepas dari orang-orang yang memajang fotonya berharap dapat pelaris, menghormati Ungku Saliah dengan mengamalkan ajarannya jauh lebih baik bukan?