Polemik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Polemik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Pemerintah sudah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Kesehatan. Meski menuai banyak kritik dan kontra dari masyarakat, kebijakan ini tetap dilakukan.

Kenaikan iuran JKN BPJS Kesehatan ini bakal dimulai per 1 Januari 2020. Keputusan ini sudah disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. Peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah harus membayar lebih setelah tanggal penetapan tersebut.

Seberapa banyak sih masyarakat yang terkena dampak kenaikan ini?

Seberapa banyak sih masyarakat yang terkena dampak kenaikan ini? Iuran BPJS naik harus pandai mengatur keuangan (lberoecomia.com)

Saat ini tercatat jumlah peserta BPJS Kesehatan sebanyak 223,3 juta jiwa, dengan 82,9 juta di antaranya merupakan peserta non-PBI. Peserta non PBI yang terbanyak adalah PPU Badan Usaha alias karyawan. Duh, siap-siap merogoh kocek lebih banyak nih bagi karyawan.

seminggu yang lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani udah mengusulkan kenaikan iuran sebesar dua kali lipat. Wah, gak tanggung-tanggung nih kenaikannya. Artinya nih gengs, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp160.000. Kemudian untuk peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp110.000 dari yang sebelumnya Rp51.000.

Sebenarnya peserta JKN mandiri kelas III rencananya juga akan terkena dampak kenaikan ini. Tapi usul pemerintah untuk menaikkan iuran langsung ditolak oleh DPR. Alasan pemerintah masih perlu untuk membenahi data peserta terlebih dahulu. Masih banyak yang carut marut gengs katanya.

Kenaikan iuran BPJS menambah pengeluaran karyawan (newmediaeurope.com)

Kenapa sih iuran BPJS Kesehatan harus dinaikkan? Kata pemerintah nih, iuran BPJS Kesehatan saat ini masih 'underpriced'. Terhitung terlalu murah gitu. Hal ini menjadi penyebab masalah defisit berkepanjangan BPJS Kesehatan yang ditemukan dalam audit BPKP terhadap JKN. 

Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, kalau iuran tidak dinaikkan, defisit BPJS Kesehatan bisa tembus Rp 77,9 triliun pada 2024. Wah, angka yang sangat bombastis.

"Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya policy mix artinya meningkatkan iuran kemudian kaitannya dengan bauran kebijakan maka akan terjadi defisit ini semakin lebar," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI dan IX DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Hemat pengeluaran untuk bayar BPJS (earlytorise.com)

Ia menyebutkan potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan mulai Rp 39,5 triliun pada 2020, Rp 50,1 triliun pada 2021, Rp 58,6 triliun pada 2022, Rp 67,3 triliun pada 2023 dan Rp 77,9 triliun pada 2024.

BPJS Kesehatan mengatakan, dengan perubahan iuran premi, maka maka persoalan defisit anggaran bisa diselesaikan secara terstruktur.

Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"