# Kampus Memberikan Kompensasi
Ayu memang wajib mengikuti aturan berbusana. Namun, karena bagaimanapun ia beragama non Islam, makan kampus pun memberi kompensasi pada Ayu saat ia menjadi maba.
Jadi, ketika teman-temannya harus mengikuti pesantren selama sebulan, Ayu diperbolehkan untuk tidak mengikutinya. Gantinya, Ayu diwajibkan untuk belajar di Pura sesuai dengan agama yang dianutnya.
Orangtua Ayu merupakan warga Tabanan, Bali. Ayahnya bekerja sebagai guru olahraga di salah satu SMP di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Ayu mengaku bisa beradaptasi dengan cukup mudah di lingkungan Islam. Ia juga tidak menemukan kendala berarti yang bisa mengganggu program studi profesinya. Lulus pun tanpa hambatan, ujarnya.
Pihak kampus bahkan memberikan penghargaan kepada Ayu atas prestasi dan kerasnya selama studi. Ayu diberikan kesempatan untuk memberikan pidato di depan teman sarjananya, mahasiswa, dan dosen UMI.
Salah satu dekan, Zakir Sabhara, yang adalah Dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) merasa sangat bangga pada Ayu. Menurutnya, Ayu hebat karena bisa beradaptasi dengan cepat, dan nyaman belajar meski dia minoritas.
Zakir bahkan sempat meneteskan air mata saking terharunya, “Ini anak kerennya kedokteran. Pertama kalinya di kedokteran mahasiswa agama Hindu.”
Dari kisah Ayu, Zakir mengajak setiap orang untuk belajar. Bahwa meski memiliki perbedaan: agama, suku, ras, ataupun golongan, kesatuan harus tetap dijaga.
Wiiii salut buat Ayu, Kampus UMI dan Pak Zakir!!