Kemajuan teknologi memberikan kemudahan bagi masyarakat modern. Namun, pada saat yang bersamaan, disadarai atau tidak, ia juga menggerus banyak tatanan. Di dunia transportasi misalnya, disrupsi atau inovasi teknologi justru menjadi mimpi buruk bagi sejumlah moda angkutan, salah satunya adalah becak.
Alih-alih mengantar penumpang, tukang becak kini terlihat lebih sering rehat atau ngetem di pengkolan. Sebab, memang tak ada penumpang yang harus diantar. Penampakan demikian nggak terkecuali terlihat di Kota Semarang, Jawa Tengah. Hari-hari para tukang becak ini dihabiskan untuk menunggu sembil berharap akan ada 1-2 penumpang, yang justru acap berakhir dengan kekecewaan.
Di antara para tukang becak malang itu, Ayub adalah salah satunya. Sore itu, belum lama ini, lelaki kelahiran 1955 tersebut memilih terlarut dalam lagu dangdut kesukaan yang diputarnya sembari duduk di kursi penumpang becaknya sendiri. Dia enggan memikirkan kemungkinan buruk antara dapat atau tidak penumpang hari itu.
Seharian, Ayub memang sama sekali belum mendapat penumpang, padahal sebentar lagi jam akan menunjukkan waktunya dia pulang. Dia mengatakan, belakangan ini sangat sulit baginya mendapatkan penumpang, yang berarti tak penghasilan untuk dia bawa pulang.
"Bisa bawa pulang Rp5.000 sampai Rp10.000 ribu saja sudah bersyukur," keluh lelaki yang sudah menjadi tukang becak selama lebih dari 40 tahun tersebut.
Dalam beberapa tahun terahir, Ayub merasa jumlah penumpang becak memang telah jauh berkurang. Dari tahun ke tahun, pelanggannya pun terus menyusut. Hal tersebut tak dimungkirinya telah membuat sebagian teman sejawatnya memilih gantung handuk atau beralih profesi.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Ayub mengaku tidak bisa untuk tidak menyalahkan kehadiran ojek daring alias OJOL. Dia tak menampik bahwa moda darat yang juga bisa menjangkau hingga sudut-sudut kota laiknya becak itu memang jauh lebih diminati masyarakat modern.
"Ya gimana lagi, sekarang kalau mau ke mana-mana tinggal buka ponsel, pesan ojek, nanti dijemput," ujar Ayub.
"Orang pasti lebih memilih yang simpel, kan?" lanjutnya.
Kendati terlihat kurang bisa menerima, ujung-ujungnya Ayub memilih pasrah dan berserah pada Tuhan. Diiringi tawa keras, dia mengatakan bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Jadi, dia nggak mau terlampau merisaukan hal tersebut.