Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa hubungan asmara dewasa ini semakin kompleks dengan kehadiran sosial media. Meskipun banyak pula yang menemukan pacar lewat sana.
Keribetan ini didukung oleh sejumlah perilaku berkomunikasi di sosial media. Atau lebih tepatnya disebut dengan komunikasi yang terdiskoneksi.
Jika kalian tidak paham apa maksud dari istilah tersebut, mungkin kalian bisa memahaminya dengan beberapa contoh komunikasi yang terdiskoneksi. Antara lain ghosting, breadcrumbing, pocket-jarring, dan cuffing.
Gimana sudah paham? Kalau belum mungkin kalian bisa menemukannya justru dari istilah baru yaitu soft-ghosting. Apa pula gengs?
Kita tahu kalau ghosting itu artinya gebetan tiba-tiba ngilang dari internet. Karena ketemunya juga di internet, begitu ngilang susah dicari bentuk materialnya.
Nah kalau soft-ghosting ini ngilang tapi masih memberikan penampakan. Serem sih, namun seremnya lebih ke arah bikin bete.
Doi nggak lagi balas chat atau respon postingan kita dengan komunikasi verbal lewat kata yang tersusun menjadi kalimat.
Orang soft-ghosting itu hanya kerap memberikan like pada usaha komunikasi kalian. Udah di like doang. Beda tipis dengan ghosting yang cuma di read.
Memang sih ia tidak separah ghosting yang langsung memutuskan kontak padahal lagi caper-capernya. Dan kadang lebih parah lagi hingga kita nggak nemu jejak digital sama sekali.
Tetapi menurut penjelasan ahli yang dikutip Merdeka.com bernama Louse Troen, efek soft-ghosting adalah galau habis-habisan. Gimana enggak orang dianya seperti antara ada dan tiada.
Kita dibikin menebak-nebak apakah gebetan masih peduli, tertarik dengan kita, atau justru orang sakit yang tega menyiksa perasaan dengan kiriman like tanpa reply.
"Jadi tak jelas apakah mereka sedang mencoba untuk mengakhiri percakapan," tuturnya dalam wawancara dengan Stylist.
"Ini juga membuat orang yang terakhir mengirimkan pesan 'resmi' berada di posisi ganjil, apakah kamu memutuskan hengkang? Apakah ini adalah pesan bermakna ganda?"