Tapi, konon Soesalit selalu seakan nggak tau-menau tentang pelanggaran yang dilakukan kaum pribumi. Karena itu, setelah Jepang masuk ke Indonesia, ia kemudian keluar dan gabung dengan PETA.
Selama perang kemerdekaan, putra Kartini ini jadi panglima di Divisi III Diponegoro yang membawahi Jateng bagian Barat.
Karir militer Soesalit sendiri kurang begitu beruntung. Di masa restrukturisasi dan rasionalisasi, Soesalit diturunkan pangkat jadi kolonel kemudian menjabat di Kementrian Perhubungan.
Yang jadi awal penderitaannya kalah Peristiwa Madiun 1948. Waktu itu, pasukan komunitas memberontak. Ditemukan dokumen milik pemberontak yang jatuh ke tangan pemerintah.
Nah, dalam dokumen ada nama Soesalit. Akhirnya setelah itu, Soesalit jadi tahanan rumah dan diturunkan dari jabatan.
Setelah itu, lalu ia menjabat di Kementrian Perhubungan dengan pangkat militer yang nggak ada bintangnya itu.
Menariknya, kehidupan Soesalin dikenal sederhana. Dia jarang banget pamer ataupun membawa nama besar sang ibu. Ia lalu meninggal dunia pada 17 Maret 1962 di RSPAD. Pada tahun 1979, ia menerima Bintang Gerilyawan.