Aku duduk di ruang tamu sambil memperhatikan Enggar makan siang. Dia baru saja pulang sekolah. Setiap hari rasanya aku gak bisa tidur tenang. Sudah selama 4 bulan ini, selalu ada kejadian aneh.
Setiap bulan ada dua anak yang meninggal. Saking seringnya, penduduk desa sudah ada hafal. Kalau ada anak tiba-tiba demam tinggi, tiga hari kemudian anak malang itu bakalan meninggal. Dokter gak ada yang tahu penyebabnya.
"Bu, aku mau main sama Hafiz ya," kata Enggar setelah selesai makan.
"Iya, tapi hati-hati ya, harus sudah pulang sebelum jam 17.000," kataku.
"Siap Bu, aku cuma mau main bentar kok," jawabnya. Lalu pergi meninggalkan rumah.
Penduduk desa jadi percaya, cupaya selamat anak-anak harus pulang sebelum matahari terbenam.
Enggar yang ingat pesan ibunya dan tahu kalau teman-temannya banyak yang meninggal, segera pulang meski masih sore. Tapi ada yang aneh ketika dia berjalan pulang. Dia seperti melihat sosok hitam di depannya.
Ketika sadar Enggar sudah berada di rumah, ibunya menangis. Badannya terasa panas dan kepalanya pusing. Dia kembali memejamkan mata dan tak sadar.
"Bagaiana ini Pak," kata Ibu Enggar pada suaminya.
"Aku panggil ki Harjo saja Bu," ungkap suaminya.
####
Ki Harjo datang bersama ayah Enggar. Dia kemudian merapal mantra sambil memegang kening Enggar.