Kenapa Saksi Kasus Pemerkosaan Lebih Memilih Diam? Ini Penjelasan Psikolog

Kenapa Saksi Kasus Pemerkosaan Lebih Memilih Diam? Ini Penjelasan Psikolog
Ilustrasi Korban Pemerkosaan (Pikiran Rakyat)

Saat Saksi Lebih Memilih Diam

Mungkin mudah bagi kita untuk menghakimi saksi atau orang terdekat yang memilih diam meskipun tahu tentang kasus pemerkosaan yang dialami korban. Namun, menurut Dinda, kita tidak dapat menentukan satu atau beberapa latar belakang saja untuk alasan mengapa seseorang memilih untuk menutupi kasus perkosaan yang diketahuinya.

"Kita sebagai masyarakat sebaiknya juga tidak serta-merta memberikan penilaian ataupun berasumsi negatif akan apa yang melatarbelakangi seseorang untuk menutupi kasus perkosaan yang diketahuinya. Sebab, setiap individu memiliki perbedaan (individual differences) yang dapat memengaruhi pilihan atau tindakannya," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat seseorang diam meskipun mengetahui kasus pemerkosaan. Berikut di antaranya:

1. Menilai dirinya kurang memiliki kapasitas untuk menghadapi kasus pemerkosaan yang diketahuinya. Ada kemungkinan ia menganggap dirinya tidak cukup memahami peristiwa perkosaan yang terjadi, atau menganggap dirinya tidak mampu mendampingi atau membantu korban.

2. Kurangnya kemampuan berempati terhadap korban. Ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman akan dampak negatif pada aspek fisik dan psikologis korban pemerkosaan.

3. Norma sosial-budaya juga mempengaruhi sikap seseorang dalam menghadapi kasus pemerkosaan. Lingkungan yang cenderung menyalahkan korban (victim blaming) dapat membentuk persepsi seseorang mengenai kasus perkosaan sehingga ada kemungkinan ia memilih untuk diam agar tidak ikut mendapatkan judgment negatif dari lingkungan.

Sementara itu, pada kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Padang, pelaku merupakan ayah dari ibu kedua korban (kakek korban). Dinda mengatakan, pada konteks tersebut, sangat mungkin ada faktor relasi kuasa yang berperan dalam tindakan sang ibu untuk menyangkal kasus perkosaan yang dialami anaknya sendiri. Ia mungkin takut akan konsekuensi negatif yang akan diterima dari pihak keluarganya.

"Relasi kuasa merupakan salah satu faktor kuat yang memengaruhi korban maupun keluarga untuk menghindari melapor atau menempuh jalur hukum. Seseorang juga sangat mungkin memilih menutupi kasus perkosaan yang dialami dirinya atau orang terdekatnya karena takut disalahkan oleh lingkungan sosialnya," jelas Dinda.

Oleh sebab itu, perlu pendampingan dan pemeriksaan psikologis lebih lanjut kepada orang terdekat korban untuk mengetahui lebih jelas apa yang membuat mereka memilih untuk menutupi kasus pemerkosaan.

Selain itu, saat mendengar atau mengetahui kasus pemerkosaan, apalagi jika terjadi kepada orang terdekat, sangat mungkin jika kita ikut merasakan emosi-emosi negatif yg dirasakan oleh korban. Terjadinya peristiwa perkosaan pada orang terdekat juga dapat menimbulkan rasa takut atau kecemasan pada diri sendiri karena berpikir pengalaman buruk itu bisa kita alami sendiri.

"Jika orang terdekat kita (seperti pasangan, sahabat, atau keluarga) ada yang menjadi korban pemerkosaan, pahami bahwa mendengarkan atau mengetahui pengalamannya juga dapat berdampak pada kondisi psikologis kita. Jika hal tersebut terjadi, selain membantu mereka, jangan ragu untuk meminta bantuan profesional untuk diri sendiri juga," pungkas Dinda.

Jadi intinya, jangan takut buat speak up! Apalagi yang menyangkut kebenaran.



Facebook Conversations


"Berita ini adalah kiriman dari pengguna, isi dari berita ini merupakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna"