Kedua, para dai NU harus menyampaikan konten dakwahnya yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apa yang disampaikan kepada para jamaah harus valid dan sesuai dengan dalil hukum yang ada dalam Islam.
"Sering kita dengar orang-orang dengan gampangnya berdakwah, tapi dia sendiri tidak paham dengan apa yang disampaikannya," kata Kiai Agus Salim.
Ketiga, para dai NU perlu mengedepankan akhlak dengan menggunakan bahasa yang jelas dan beradab. Kiai Agus Salim mengajak pendakwah NU untuk menjauhi dakwah yang menggunakan bahasa tidak sopan dan sering menyalah-nyalahkan sesuatu tanpa dasar.
"Rujukannya adalah yang dipakai oleh para ulama salafusshalihin," kata Kiai Agus Salim.
Keempat, dakwah yang dilakuan pendakwah NU juga harus bisa menjadi instrumen dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Poin ini didasari atas fakta bahwa NU menjadi salah satu bagian yang paling banyak memiliki andil dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kelima, yang harus diingat oleh para dai NU adalah tidak gampang mengeluarkan fatwa! Inilah yang membedakan dai NU dengan para pendakwah dadakan. Mengutip makalah imam Al-Syafi'i RA, Kiai Agus Salim mengingatkan bahwa orang yang paling sering dan berani berfatwa adalah orang yang paling berani masuk neraka.
Jadi itulah beberapa perbedaan penting antara dai NU dan pendakwah instan, jangan sampe keliru.