Privasi sangat dilindungi. Orang hilang dapat dengan bebas menarik uang dari ATM tanpa ditandai, dan keluarga tidak dapat mengakses video keamanan yang mungkin merekam gambar para pelarian yang mereka cintai.
"Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain, seperti kejahatan atau kecelakaan. Yang bisa dilakukan keluarga hanyalah membayar banyak untuk detektif swasta. Atau menunggu. Itu saja," ujar Nakamori.
Bagi orang-orang terkasih yang ditinggalkan, pengabaian (dan pencarian) bisa menjadi hal yang tak tertahankan.
"Saya terkejut," kata seorang perempuan yang tidak ingin disebutkan namanya. Putranya yang berusia 22 tahun hilang dan tidak pernah menghubunginya.
"Dia merasa gagal setelah dua kali berhenti dari pekerjaan. Dia pasti merasa sengsara dengan kegagalannya."
Perempuan itu pergi ke tempat tinggal anaknya, memeriksa tempat itu dan kemudian menunggu di mobilnya selama berhari-hari, berharap anaknya kembali.
Tapi putranya tak pernah muncul.
Dia mengatakan, polisi tidak membantu, dan hanya bisa terlibat jika itu adalah dugaan bunuh diri. Tetapi karena tidak ada catatan yang ditinggalkan, polisi tidak akan membantu.
"Saya mengerti bahwa mungkin saja ada penguntit. Informasi dapat disalahgunakan. Ini adalah hukum yang diperlukan, mungkin. Tapi penjahat dan penguntit disamakan dengan orang tua yang tidak bisa mencari anak mereka sendiri? Semuanya diperlakukan dengan cara yang sama karena perlindungan. Apa ini?" kata dia.
"Dengan undang-undang saat ini, tanpa uang, yang dapat saya lakukan hanyalah memeriksa jika sesosok mayat adalah putra saya. Itu satu-satunya yang bisa saya lakukan."
Mereka yang menghilang
Bagi sebagian jouhatsu, perasaan sedih dan menyesal melekat, lama setelah mereka meninggalkan kehidupan lamanya.
"Saya selalu merasa telah melakukan kesalahan," kata Sugimoto, pengusaha yang meninggalkan istri dan anak-anaknya di kota kecil.
"Sudah setahun saya tidak melihat anak-anak saya. Saya memberi tahu mereka bahwa saya sedang dinas." Satu-satunya penyesalannya, katanya, adalah meninggalkan mereka.
Sugimoto saat ini tinggal di sebuah rumah di distrik pemukiman Tokyo.
Perusahaan 'pindahan malam' yang menaunginya dijalankan oleh perempuan bernama Saita, yang juga hanya menggunakan nama keluarganya untuk menjaga anonimitas.
Saita sendiri pun adalah seorang jouhatsu, yang menghilang 17 tahun lalu. Dia 'menghilang' akibat hubungan yang penuh kekerasan.
"Di satu sisi, saya masih orang hilang, sampai sekarang," kata dia.
"Saya punya berbagai jenis klien," kata Saita. "Ada orang yang lari dari kekerasan dalam rumah tangga yang serius, atau ego dan kepentingan pribadi. Saya tidak menilai. Saya tidak pernah mengatakan, 'Kasus Anda tidak cukup serius'. Setiap orang punya perjuangannya sendiri-sendiri. "
Perusahaan Saita membantu mengatasi kesulitan orang-orang seperti Sugimoto.
Namun meski berhasil menghilang, bukan berarti jejak kehidupan lamanya mudah dilupakan.
"Hanya anak pertama saya yang tahu yang sebenarnya. Dia berumur 13 tahun," kata Sugimoto.
"Kata-katanya yang tidak bisa saya lupakan adalah, 'Keputusan Ayah adalah hidup Ayah, dan saya tidak bisa mengubahnya'.
Kedengarannya lebih dewasa dari saya bukan?" kata Sugimoto.
Wah serem juga ya, tapi emang jadi ambigu sih kalau dibilang mana yang salah kalau melakukan kegiatan menghilang begitu. Gimana menurut kalian gengs?