Sudah jadi rahasia umum jika menyebut Indonesia sebagai negara berkembang. Dilansir dari Wikipedia, negara berkembang adalah istilah yang biasanya dipakai untuk menjelaskan keadaan suatu negara berdasarkan kesejahteraan material dengan tingkat yang rendah.
Nah, lebih lanjut, tolak ukur dari kesejahteraan material ini menggunakan indeks statistik meliputi pendapatan per kapita (per orang), tingkat melek aksara, harapan hidup, dan masih banyak lagi.
Hal-hal di atas, kalau kita gunakan untuk melihat kondisi negara saat ini, bisa dibilang masalah di Indonesia yang mulai teratasi. Pendidikan sudah mulai menjangkau wilayah pelosok, pendapatan dan harapan hidup orang mulai meningkat, pun diiringi dengan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi.
Namun, di balik itu semua, ada juga masalah sosial di Indonesia yang solusinya belum bisa ditemukan hingga saat ini. Dan kalau kita uraikan, masalah sosial itulah yang melatarbelakangi lambatnya pertumbuhan ekonomi bangsa. Penasaran apa aja? Yuk scrolling, kuy.
Jual beli hukum yang masih marak berlangsung
Bagi suatu negara, hukum adalah produk tertinggi yang berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat. Namun, hukum juga jadi salah satu masalah di Indonesia yang belum bisa diatasi, yakni jual beli hukum.
Kita bisa melihat dan menelisik maraknya kasus-kasus janggal yang memenangkan pihak yang seharusnya salah. Bisa dibilang, di Indonesia, hukum tak ubahnya sebuah barang dagangan yang bisa diperjualbelikan, tergantung daya tawar dan kemampuan menyediakannya.
Kasus SARA
Founding Fathers bangsa Indonesia mendirikan negara ini di atas kesadaran bahwa Indonesia berdiri di atas wilayah yang terdiri dari beragam suku. Atas dasar itu pula, para pendiri menjadikan "Bhineka Tunggal Ika" sebagai moto negara ini. Artinya, dilansir dari Wikipedia, "Berbeda-beda tapi tetap satu jua".
Ironinya, di atas bangsa yang menjadikan perbedaan sebagai moto untuk kehidupan bangsa, kita masih menemui kasus kekerasan SARA. Masih banyak terjadi peristiwa persekusi yang terjadi dengan latar belakang SARA.