Walaupun mereka tak diizinkan menjual nasi, tapi warga setempat masih menjual beras, lontong dan ketupat. Nah pertanyaannya nih, kalo mereka dibolehkan jualan lontong atau ketupat, lantas gimana dengan jualan nasi uduk atau nasi rames? Jawabannya, warga setempat tidak diizinkan untuk menjual produk olahan nasi.
Peraturan ini sendiri berlaku sejak dulu ketika seorang musafir kebetulan lewat di sekitar Desa Penimbun. Karena ia merasa lapar, ia pun meminta nasi kepada warga di sana, tapi sayangnya tak ada yang mau memberikannya nasi.
Merasa kecewa dengan perlakuan warga setempat, musafir tersebut pun mengucapkan kata-kata yang dianggap kutukan. Ia berkata jika ada yang menjual nasi di desa tersebut, maka para warga akan mendapat bencana.
Dan hingga saat ini, warga setempat masih percaya akan mitos tersebut dan tidak berani untuk melanggar peraturan yang ada. Jadi, kebanyakan para pemilik warung akan memberikan nasinya secara gratis kepada siapapun yang datang.
Sedangkan pembeli cukup membayar lauk pauknya saja. Tapi ya tentu saja, harga lauk pauknya menjadi lebih mahal demi menutupi biaya produksi nasi dari pihak penjual. Gimana menurut kalian? Percaya kah dengan adanya mitos ini?