Dia berani melawan mafia-mafia kakap di masa orde baru. Salah satu contohnya adalah Jenderal Hoegeng pernah membentuk sebuah tim khusus bernama pemeriksaan Sum Kuning di tahun 1971, untuk menyelidiki kasus pemerkosaan gadis penjual telur bernama Sumarijem asal Yogyakarta.
Namun, belum selesai terbuka lebar, kasus ini buru-buru diambil alih oleh Presiden ke 2 Republik Indonesia Soeharto. Kabarnya, pelaku dibalik pemerkosa Sum Kuning mengarah kepada anak-anak petinggi di Yogyakarta.
Selain itu, kasus terkenal lain yang pernah ditangani Jenderal Hoegeng adalah penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh pengusaha terkenal kala itu yakni Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It. Pada 1971, Hoegeng mengumumkan keberhasilannya membekuk penyelundupan mobil mewah melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Mobil-mobil itu dimasukkan dengan perlindungan tentara. Namun ternyata, pengungkapan kasus itu membuatnya diberhentikan sebagai Kepala Polri oleh Presiden Soeharto di tahun yang sama yakni 1971. Kala itu, Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng tersebut untuk regenerasi.
Namun sebelum itu, Presiden Soeharto mengusulkan Hoegeng menjadi Duta Besar Swedia, dan sempat menawarinya jabatan Dubes di Kerajaan Belgia. Tapi, Hoegeng menolak karena memilih tetap mengabdi pada Tanah Air. Saat itu, Presiden Soeharto dinilai ingin ‘membuang’ Hoegeng ke luar Indonesia.
Tidak hanya itu, Jenderal Hoegeng juga dikenal tidak mempan disogok. Maka dari itu, tidak heran kalau Jenderal Hoegeng sering mendapat teror ancaman dari banyak pihak. Bahkan Jenderal Hoegeng pernah dikirimi santet oleh oknum polisi korup yang kasusnya berhasil dibongkarnya.
Jenderal Hoegeng memutuskan pension di usianya yang belum 50 tahun. Setelahnya, Hoegeng dan keluarganya melewati masa sulit. Hoegeng ketika itu juga tidak punya rekening tabungan dengan saldo berlimpah seperti para perwira Polri saat ini yang sekarang punya rekening ‘gendut’.
Selama bertahun-tahun, dia pun hanya menerima uang penisunan sebesar Rp10 ribu per bulan. Hoegeng juga anti menerima pemberian orang. Dia bahkan mengembalikan seluruh barang yang digunakannya saat menjabat Kapolri. Untuk menghidupi keluarganya, Hoegeng yang beralih profesi sebagai pelikus aktif menjual lukisannya.
Hoegeng Iman Santoso meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Rabu 14 Juli 2004 pukul 00.30 WIB. Sebelumnya, sang jenderal dirawat intensif di RS Polri Kramat Jati, Jakarta pada sejak 13 Mei 2004 karena mengalami stroke, penyumbatan saluran pembuluh jantung, dan pendarahan bagian lambung. Terlepas dari itu, Jenderal Hoegeng menjadi ikon Polisi paling bersih bahkan terkenang hingga saat ini.