Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak transparansi dan kepatuhan hukum dalam penanganan kasus penyelidikan yang melibatkan pejabat teras. Kali ini, mereka melayangkan kecaman keras terhadap Firli Bahuri, yang disebut membawa dokumen rahasia penyidikan KPK dalam sidang praperadilan. Menurut mereka, ini adalah pelanggaran yang cukup fatal sehingga patut diproses secara hukum.
Dalam hal ini, Firli yang kini berstatus non-aktif, tidak memiliki wewenang untuk mengakses dokumen. Adapun tindakannya ini diduga melanggar tiga aturan, yakni UU Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 21 UU KPK terkait penghalangan penyidikan, dan norma etika berdasarkan Peraturan Dewas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020.
Kritik dari Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menegaskan bahwa tindakan Firli telah mencampuri proses hukum dengan membawa dokumen rahasia yang dinilai tidak relevan dengan proses praperadilan yang seharusnya lebih fokus pada proses penetapan tersangka secara formil.
Karenanya, Boyamin menjelaskan bahwa tindakan Firli dapat dikenakan sanksi hukum, salah satunya berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menempatkan rahasia publik dengan ancaman hukuman hingga 3 tahun. Sementara itu, tindakannya juga bisa dijerat dengan pelanggaran terkait penghalangan penyidikan di atas 5 tahun di bawah Pasal 21 UU KPK.
Kabid Hukum Polda Metro Jaya, Putu Putera Sadana, menyatakan bahwa barang bukti yang diperoleh Firli dianggap tidak terkait langsung dengan proses praperadilan saat itu. Tidak hanya dari sisi legalitas, tetapi juga etika dan relevansi materi, tindakan Firli mencoreng proses hukum yang seharusnya transparan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi.
"Ada beberapa dokumen dijadikan barang bukti dan kami sudah punya 159 barang bukti yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan. Tapi, pemohon (Firli Bahuri) menyampaikan barang bukti yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang Praperadilan. Bukti P26 sampai P37," kata Putu.
MAKI bersikeras untuk menuntut kejelasan dan akan melaporkan dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Firli ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Tindakan ini diharapkan sebagai langkah untuk menegakkan integritas dan kedisiplinan hukum dalam penanganan kasus korupsi yang kini tengah menjadi sorotan publik.
MAKI Akan Laporkan Firli Bahuri (Antara)
“Ini barang rahasia, apalagi ini tersangka kasus korupsi membawa-bawa dokumen, itu udah salah, nggak boleh karena rahasia," tegas Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Minggu (17/12/2023). “Pak Firli kan sudah nonaktif, kebutuhannya ya untuk perkara yang disidangkan. Ini kan praperadilan tidak ada relevansi,” sambung Bonyamin.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Junaedi Saibih, yang dihadirkan sebagai saksi menegaskan bahwa tindakan pengacara Firli membawa dokumen kasus DJKA tidak sesuai dengan materi praperadilan yang seharusnya terkait dengan proses penetapan tersangka secara formil.
Terhadap dugaan pelanggaran kode etik, MAKI berencana melaporkan Firli ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, akan melaporkan dugaan kebocoran informasi terkait pembawaan dokumen rahasia saat menjadi saksi dalam sidang Dewas KPK pada Jumat (22/12).
MAKI Akan Laporkan Firli Bahuri (Antara)