Gak Seindah Drakor! Ini 5 Sisi Kelam Kehidupan Anak-anak Di Korea Selatan, Jangan Sampai Terkecoh

5 Sisi kelam kehidupan anak-anak di Korea Selatan, mulai dari bullying hingga obsesi terhadap universitas bergengsi.

Seiring dengan populernya industri hiburan asal Korea Selatan di dunia, banyak orang yang akhirnya memimpikan bisa berkunjung atau bahkan tinggal di Korea. Tak sedikit yang membayangkan bakal punya kehidupan yang indah nan romantis seperti yang terlihat di drama Korea (drakor).

Padahal, realita di dunia nyata tidak seindah yang terlihat. Ada yang menyebut Korea sebagai negara yang pintar memoles diri. Sebab, apa yang diperlihatkan di layar konten hiburan bisa sangat berbeda dengan kenyataannya. Berikut ini sudah dirangkum 5 sisi kelam kehidupan anak-anak di Korea Selatan.

Kasus Bullying Sampai Pelecehan Seksual

Kasus bullying maupun pelecehan seksual memang kerap terjadi di mana pun. Mirisnya, tindakan serupa juga dialami oleh anak sekolah-sekolah yang ada di Korea Selatan. Isu ini pun banyak diangkat di drakor-drakor. Mirisnya, ada selebriti yang juga pernah menjadi pelaku bullying. 

Seperti yang banyak diberitakan media, beberapa selebriti terjerat dalam kontroversi bullying dan pelecehan seksual di masa sekolahnya. Sampai akhirnya, kejadian ini berimbas dalam kariernya di industri hiburan. Selain itu, ada pula aksi bullying yang juga menimpa sejumlah staff yang bekerja di balik layar.

Ilustrasi Bullying (theAsianparent)

Obsesi Ke Universitas Bergengsi

Warga Korea Selatan dikenal sangat kompetitif. Mirisnya, kompetisi tersebut sudah masuk level yang menyiksa siswa-siswa SD. Banyak orangtua yang memasukkan anaknya ke kursus tambahan setelah sekolah yang berlangsung sampai pukul 10 malam. 

Hal ini bertujuan mempersiapkan anak-anaknya agar nantinya mereka bisa masuk universitas top dan bergengsi di Korea. Karena kompetisi yang sangat ketat ini juga, membuat siswa terdorong untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti memalsukan karya ilmiah.

Pasalnya, untuk diterima di universitas ternama, mereka dituntut punya prestasi akademik dan keterampilan yang sempurna. Kondisi ini juga yang membuat bisnis layanan konsultasi penerimaan perguruan tinggi berkembang pesat. Mereka menawarkan program untuk membantu anak-anak didiknya masuk ke universitas yang diinginkan.

Sisi gelap obsesi terhadap sekolah-sekolah elit ini juga pernah ditampilkan dalam drama Sky Castle yang dirilis tahun 2019 lalu. Di situ, para ibu dari kalangan superkaya, seperti istri politisi dan istri dokter membebankan anaknya untuk sekolah di universitas bergengsi. Alhasil, mereka melakukan segala upaya untuk mewujudkannya.

Ilustrasi Obsesi Ke Universitas (The Wordy Habitat)

Angka Bunuh Diri Yang Tinggi

Seiring dengan banyaknya tekanan sosial yang dihadapi, menyebabkan banyak orang mudah depresi. Sering terdengar siswa di Korea bunuh diri karena tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi. Memang, Korea Selatan punya tingkat bunuh diri tertinggi di antara negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Pada tahun 2018, angka kematian bunuh diri Negeri Gingseng, atau jumlah bunuh diri per 100.000 orang bahkan mencapai 24,7. Angka tersebut dua kali lipat lebih tinggi dibanding rata-rata tingkat bunuh diri negara OECD, yakni di level 11. 

Penyebab bunuh diri itu sangat kompleks. Selain tekanan sosial, ada juga yang berkaitan dengan ekonomi, mental sampai kesehatan. Fakta ini salah satunya terlihat dari banyaknya laporan tentang sejumlah artis dan influencer Korea yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Ilustrasi Bunuh Diri (VOI)

Tak Mau Menikah dan Punya Anak

Kehidupan yang keras ini juga membuat banyak anak-anak muda di Korea Selatan memutuskan untuk hidup sendiri. Mereka enggan untuk menikah ataupun punya anak. Pilihan hidup ini juga terpaksa diambil karena kehidupan ekonomi warganya yang sulit. 

Banyak generasi muda mengeluhkan sulit dapat pekerjaan yang layak di tengah perlambatan ekonomi. Akibatnya, Korea Selatan menghadapi krisis populasi. Angka kelahiran bayi pun terus menerus anjlok dari tahun ke tahun. Pemerintah Kota Seoul bahkan menawarkan hadiah senilai Rp23 juta untuk warganya yang mau punya anak. 

Selain itu, ada penitipan anak yang dikelola pemerintah yang mendapat subsidi pemerintah. Tapi, seberapapun banyaknya pemerintah mengucurkan uang, tindakan itu tampaknya tidak pernah cukup mempengaruhi keputusan rakyatnya untuk punya anak.

Ilustrasi Anak Muda Korea (Jakarta Insider)

Penggemar Obsesif atau 'Sasaeng'

Dukungan penggemar menjadi salah satu 'penyemangat' untuk setiap selebriti Korea. Sayangnya, beberapa dari mereka harus berhadapan dengan penggemar yang terlalu obsesif, atau dalam bahasa Korea kerap disebut dengan istilah sasaeng.

Beda dari penggemar umumnya, sasaeng kerap melakukan berbagai hal nekat untuk bertemu idolanya. Mulai dari mencari kamar hotel tempat mereka menginap, menghubungi nomor ponsel bahkan menyentuh tubuh idola tanpa izin. Tak sedikit pula sasaeng yang menyakiti artis.

Ilustrasi Sasaeng (Kumparan)