Polwan ahli forensik pertama di Asia yakni Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F., secara terbuka dan terang-terangan mengungkap tentang hasil autopsi jenazah Brigadir Nofryansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang sempat diragukan sebagian kalangan.
Wanita yang akrab disapa Dokter Hastry ini sempat mengaku prihatin saat jenazah Brigadir J dilakukan autopsi ulang karena mencurigai ada kesalahan dari hasil autopsi pertama oleh tim dokter forensik RS Polri, Jakarta. Menurutnya, autopsi tidak bisa ditunda karena berburu dengan waktu kematian.
"Karena saya, kolega saya, apalagi yang di RS Polri, untuk kasus yang Duren Tiga ini, junior-junior (sesama dokter forensik), kita kerja sewaktu-waktu dan pas jamnya. Kita tidak bisa menunda autopsi. Karena berburu sama waktu kematian," kata Dr. Hastry yang dikutip dari YouTube VIVACOID.
"Kalau semakin lama semakin susah, semakin busuk, nanti semakin bingung ini dipukulin kah, ada kekerasan kah, ada memar kah, ada luka tembak apa, seperti itu, makanya segera dilakukan," sambungnya.
Dokter Hastry bahkan berani menjamin kalau para juniornya yang mengerjakan autopsi itu sudah bekerja dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku sehingga hasilnya tidak perlu diragukan.
Terlebih lagi, semua pemeriksaan dari mulai menerima jenazah, proses autopsi, sampai selesai dan diserahkan kepada keluarga, katanya, didokumentasikan dengan baik dalam bentuk foto dan video. Dia pun menegaskan tidak ada luka penganiayaan.
“Dan saya yakin waktu itu, kita diskusi bareng, tidak ada luka lain selain luka tembak. (Luka penganiayaan) enggak ada," imbuh Dr. Hastry, mengklarifikasi info yang beredar soal jenazah Brigadir J sebetulnya ditemukan juga luka-luka bekas penganiayaan, selain luka tembak.
Jika didapati ada luka lain selain luka tembak, menurut Hastry itu merupakan luka akibat proses autopsi dan pasca autopsi. "Karena ada tindakan untuk mengambil peluru yang di dalam tubuh, tindakan untuk memasukkan selang formalin, karena jenazah mau dibawa ke luar pulau harus diawetkan, itu aja,” tegasnya.
Jenazah Brigadir J (Tribun Manado)
Polwan yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Jawa Tengah itu juga pernah mengalami hal hampir serupa, yakni diminta untuk autopsi ulang jenazah terduga teroris. Ketika itu, dia diminta Komnas HAM untuk membuktikan apakah ada luka tembak pada jenazah yang ternyata tidak ada.
Dalam kasus jenazah Brigadir J, publik meragukan hasil autopsi pertama setelah dinyatakan tidak ditemukan luka penganiayaan. Sementara informasi yang beredar di media sosial tampak bertentangan karena disebut ada luka bekas penganiayaan disertai dengan sayatan.
Namun setelah dilakukan autopsi untuk kali kedua oleh tim dokter forensik umum, ternyata memang hanya ditemukan luka tembak, sama dengan hasil autopsi pertama. Menurut dokter Hastry jika memang ada luka kekerasan karena penganiayaan pasti akan terlihat.
Ahli Forensik, Dokter Hastry (YouTube/VIVACOID)
"Karena kan nanti bisa dibuka videonya, fotonya, saya bisa menilai luka-luka ini. Kalau memang ada bisa tampak, misalnya ada kekerasan, bekas ikatan, bekas pukulan, bekas ditekan misalnya, pasti ada," terang Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F.
"Dan kita meyakinkan waktu itu memang hanya ada luka tembak, tidak ada luka-luka kekerasan lain yang diduga proses penganiayaan kata masyarakat. Kalau ada luka (akibat) perlawanan, kekerasan (benda) tumpul di tangan, nah berarti ada fight (perlawanan), dia bisa melawan. Kalau memang ada, kelihatan, tapi enggak ada juga," Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F.
Sementara terkait luka sayatan di tubuh Brigadir J yang juga ramai dicurgai, kata dia, itu merupakan luka karena proses autopsi. "Iya (Luka sayatan dalam proses autopsi). Autopsi kan banyak yang diiris kan, di sini (leher), di sini (dagu), saya buka semua kepalanya," pungkas Kombes Pol Dr. Sumi Hastry.
Brigadir J dan Ferdy Sambo (Tribun)