Setelah mendengar hal tersebut, untuk memastikannya, Mardian pun memberanikan diri untuk melihatnya sekali lagi. Sedangkan Logi bersiap-siap menodongkan senjatanya dari belakang untuk menjaga Mardian.
Aku masih berdiri di posisi yang sama tidak beranjak sedikitpun. Pak Witan juga berdiri bersamaku. Kami berada di belakang Logi. Semua cahaya lampu senter kami menyorot ke arah yang sama, yaitu ke arah bunyi suara itu berasal.
Mardian terus berjalan pelan sambil tangannya bersiap-siap untuk menarik pelatuk senjata. Semuanya tiba-tiba mendadak runyam, berubah menjadi sunyi dan mencekam, tidak ada yang terdengar selain dari pada bunyi suara tetesan air yang jatuh di ruangan pertama. Kini, suara bising itu benar-benar telah lenyap entah kemana.
Sekitar 5 meter lagi di depan, Mardian akan segera sampai di tempat Pak Witan melihat mahkluk tersebut. Selangkah demi selangkah dia ayunkan dengan begitu pelan sekali. Aku bahkan tidak bisa mendengar sedikitpun bunyi telapak sepatunya itu yang menginjak lantai. Keadaan benar-benar terasa sangat menegangkan.
Berselang beberapa detik kemudian, tiba-tiba Mardian menoleh ke belakang. Kepala dan alis matanya bergerak pelan seakan bertanya kepada Pak Witan.
Dimana?" Begitu maksud dari isyarat wajahnya tersebut. Dia bertanya kepada Pak Witan tentang dimanakah makhluk itu berada, karena sepertinya dia tidak menemukan apapun di tempat tersebut.
Ilustrasi (Jonooit.com)
Tiba-tiba Mardian memanggil kami agar segera mendekat. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan. Dengan serentak pula pada saat itu juga kami langsung bergegas untuk mendekat. Kali ini aku sedikit cepat melangkahkan kaki karena merasa penasaran dengan katanya tersebut.
Langkah demi langkah, kini kami telah berdiri di sampingnya.
"Aku tidak menemukan apapun di dalam sana" Begitu terang Mardian kepada kami.
Mendengar hal tersebut, Logi langsung bergerak lebih maju untuk melihatnya lebih jelas. Dan kini dia sudah berdiri tepat di depan jeruji tersebut. Dia bahkan sedikit berputar-putar dan melongak ke dalam ruangan itu. Seperti orang yang tengah mencari sesuatu.
Kami semua kini juga tengah menuju ke arah yang sama. Setibanya di dekat Logi, pandanganku langsung tertuju ke arah sana, dan benar aku tidak menemukan apapun. Aneh sekali. Lalu suara apa tadi yang kami dengar? Entahlah, itulah yang menjadi pertanyaan kami.
Ilustrasi (Fedelisme.ocm)
Namun ada yang menjadi pusat perhatian kami. Benar kata Pak Witan, ada banyak bekas darah merah yang menempel di dinding. Hanya saja tadi Pak Witan bilang ada darah yang bersimbah di lantai, ternyata itu tidak ada. Yang ada hanyalah bekas-bekas merah di dinding. Sepertinya itu benar-benar darah yang telah kering.
"Darah siapa itu? Sudah berapa lama?
Logi bertanya dengan nada yang sedikit bingung kepada kami semua. Kami hanya menjawabnya dengan gelengan kepala pertanda tidak tahu.
Darah itu menempel di dinding, sehingga separuh dari dinding dan lantai ruangan tersebut menjadi merah kehitam-hitaman. Bekas itu terlihat sangat jelas, adapula bekas-bekas cipratan kecil-kecilnya di dinding. Saat itu juga, suasana tiba-tiba terasa berubah dan mulai menakutkan.
Kisah Misteri Hutan Karet bersambung....
Ilustrasi (Gems.com)