Musik adalah suara hati, kata sebuah pepatah. Ya, karena itu setiap detik waktu yang berjalan nggak pernah bisa lepas dari perpindahan satu not ke not lainnya. Dari nada rendah ke tinggi disusun menjadi sebuah alunan.
Tahu tentang alat pemutar musik yang disebut piringan hitam? Meski terlihat kuno tetapi tetap artsy dan banyak dicari.
Teknologi memang tengah cepat melesat, berkembang dan semakin simpel dalam memutar musik. Bahkan, saat ini setiap orang bisa menggenggam musik. Sebagai teman beraktivitas sampai jadi teman tidur.
Dari ukuran terkecil berupa ipod hingga handphone. Tetapi dibalik kenyataan teknologi yang semakin canggih, piringan hitam masih banyak yang mencari.
Piringan hitam atau vinyl tidak diproduksi di Indonesia. Maka, karena itu harganya sangat mahal jika dibandingkan dengan download musik gratisan di internet.
Sebuah perusahaan bernama Pallas didirikan sejak tahun 1949. Di sebuah distrik bernama Diepholz, Jerman, Pallaz berdiri. Saat ini pabrik dipimpin cucu pendiri, Holger Neumann. Gempuran zaman jadi tantangan.
Piringan hitam digeser CD dan DVD, tetapi piringan hitam tetap di hati. Pabrik Pallaz tetap memproduksi piringan hitam hingga saat ini. Berdasarkan pemaparan Holger Neumann, di dunia hanya ada 9 pabrik yang memproduksi piringan hitam.
Piringan hitam tetap berputar hingga kini. Meski di salah satu toko kaset di Jakarta, satu lempeng vinyl dihargai sebesar 50.000 hingga 2 juta rupiah. Tergantung jumlah barangnya, semakin sedikit jumlah barangnya dan semakin dicari orang maka harganya semakin mahal.
Turn table dan piringan hitam (magazine.job-like.com)
Pun dengan pemutarnya, gramophone atau turn table. Harganya juga beragam dan terhitung mahal. Bagaimana dengan sepasang pemutar musik ini?
Memang sudah ketinggalan jaman, tetapi faktanya masih banyak yang mencari. Tahun 1957, dikutip dari Reviewmusik.com, berjaya dua perusahaan rekaman di Indonesia.
Perusahaan tersebut adalah Lokananta yang terletak di Surakarta dan Irama di Menteng, Jakarta. Penyanyi Indonesia yang merekam lagu-lagu di perusahaan tersebut antara lain Koes Plus, Lilies Suryani, Dara Puspita, Titik Puspa dan lain sebagainya.
Piringan hitam mempunyai berbegai ukuran. Semakin besar diameternya, maka menyimpan sedikit rekaman lagu. Saat ini memang kalah dengan pemutar musik digital. Tetapi, piringan hitam punya kualitas yang nggak kalah lho.
Vinyl mempunyai kualitas suara yang lebih natural karena masih menggunakan proses analog dalam merekam.
Pemutar musik (pexels.com)
Perlu juga diketahui bahwa piringan hitam ini sinkron dengan gelombang otak. Alasannya sama, karena proses kerjanya yang manual, maka sejalan dengan cara kerja otak. Hmm..semakin menarik ya fakta unik tentang salah satu pemutar musik yang jadul ini?
Koleksi piringan hitam Lokananta (old.solopos.com)