Otoritas Taiwan baru saja melarang peredaran salah satu varian mi instan asal Indonesia, yakni Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kuit. Larangan ini muncul setelah Badan Obat dan Makanan Taiwan (FDA) menemukan adanya residu pestisida etilen oksida di dalam produk tersebut. Batch yang terdeteksi bermasalah memiliki tanggal kedaluwarsa 19 Maret 2026.
Dalam laporan resminya, FDA menyebut etilen oksida ditemukan pada bubuk bumbu dengan kadar 0,1 mg/kg. Padahal, menurut standar keamanan pangan Taiwan, senyawa ini seharusnya tidak ada sama sekali pada makanan.
Temuan ini dianggap melanggar Pasal 15 Undang-Undang Keamanan Pangan dan Sanitasi. Produk yang tidak memenuhi standar pun dipastikan akan ditarik, dikembalikan, atau dimusnahkan sesuai aturan.
Pusat Keamanan Pangan (CFS) Taiwan juga tengah menelusuri kemungkinan produk tersebut masuk ke Hong Kong. Mereka mengimbau masyarakat agar segera membuang mi instan yang dimaksud dan tidak mengonsumsinya.
Bahkan, produk yang didapat melalui pembelian online maupun perjalanan luar negeri tetap masuk dalam larangan ini. CFS menegaskan akan terus memantau perkembangan dan siap mengambil langkah lanjutan bila diperlukan.
Indomie Limau Kuit (detik)
Menanggapi hal ini, pakar farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, menjelaskan bahwa etilen oksida biasanya digunakan untuk membunuh bakteri karena sifatnya yang sangat reaktif dan mampu merusak DNA mikroba.
Senyawa ini kerap dipakai di rumah sakit untuk mensterilkan alat medis yang tidak tahan panas. Namun, jika sampai masuk ke tubuh manusia, risikonya tidak bisa dianggap sepele.
“Kalau terpapar dalam jumlah banyak dan terus-menerus, etilen oksida bisa berinteraksi dengan DNA manusia dan memicu kanker. Jadi sifatnya memang karsinogenik,” jelas Prof. Zullies.
Ilustrasi mie instan (freepik)