Bulan Ramadan sudah di depan mata. Puasa Ramadan diperkirakan akan dimulai pada Maret minggu kedua. Meskipun begitu, tanggal pastinya masih belum diputuskan. Sebab pemerintah biasanya akan menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan untuk menentukan kapan ibadah puasa dimulai.
Berbeda dengan zaman dahulu yang hanya menggunakan binokular atau teleskop manual, para perukyat hilal kini dibantu teknologi modern yang memudahkan mereka melihat hilal.
Teknologi Otomatisasi Komputer Memudahkan Perukyat Hilal
Ahli astronomi dan astrofisika dari Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN), Prof.Dr. Thomas Djamaludding, MSc mengatakan, para perukyat kini menggunakan teleskop yang umumnya sudah dilengkapi otomatisasi komputer, sehingga bisa langsung mengarah ke posisi Bulan.
"Dulu ketika belum ada teknologi optik, yang bisa dilakukan hanya mengarahkan agar pengamat fokus melihat ke arah tertentu. Jadi itu hanya alat untuk fokus. Lalu teknologi teleskop berkembang sehingga bisa membantu apakah cahaya yang dilihat benar hilal atau bukan," kata Prof Djamal saat live Instagram 'Penentuan Ramadan dan Hari Raya Menurut Astronomi' di akun Instagram @pussainsa_lapan.
Lebih lanjut, Prof. Djamal menjelaskan bahwa menggunakan teleskop ada tantangannya tersendiri. Sebab fungsi teleskop adalah mengumpulkan cahaya. Sementara itu, pengamatan hilal terkadang bisa terganggu oleh banyaknya cahaya yang masuk yang dikumpulkan teleskop.
Fase bulan dan hilal penentu Ramadan (kompas.com)
"Masalah utama dari rukyat hilal adalah cahaya hilal yang tipis sekali atau umurnya masih muda. Ini sering terganggu oleh cahaya senja sehingga hilal sulit diamati. Dengan teleskop memang cahaya hilal diperjelas, tetapi cahaya senjanya juga diperjelas," ucap Prof. Djamal.
Kini, perukyat bisa menggunakan kamera digital agar citranya bisa diolah dengan perangkat lunak khusus untuk astronomi, sehingga kontrasnya bisa ditingggalkan.
"Kamera digital bisa merekam dan menangkap banyak gambar, lalu menggunakan software processing image, beberapa gambar ditumpuk untuk dibandingkan dan menampakkan hilalnya," kata Prof. Djamal.
Teknik menumpuk citra digital adalah salah satu cara menampakkan citra lebih jelas. Tetapi, jika penampakan hilalnya sangat tipis, hilal tetap sulit terlihat.
Teropong yang digunakan untuk melihat hilal (kabar24.com)
Itulah mengapa, perlu adanya kriteria yang disepakati tentang ketampakan hilal, terutama parameter tinggi Bulan minimal 2 derajat, atau beda tinggi Bulan-Matahari minimal 4 derajat (= tinggi Bulan 3 derajat) dan elongasi Bulan minimal 6,4 derajat di kawasan barat Asia Tenggara.
"Jadi teknik dengan teleskop, kamera digital, ditambah image processing, teknologi itu yang digunakan (membantu pengamatan hilal) saat ini," imbuh Prof Djamal.
Meskipun sudah menggunakan teknologi canggih, para perukyat hilal tetap menggunakan peralatan lama seperti binokular dan teleskop manual untuk jadi bahan pertimbangan tambahan seperti gawang lokasi.
Ilmuwan ketika mengamati hilal menggunakan teknologi kamera digital dan teropong (kompas.com)