Sejarah Warga Rohingya Bisa Diusir dari Myanmar

Pengungsi Rohingya terusir dari Myanmar memiliki sejarah yang cukup panjang.

Pengungsi Rohingya saat ini banyak yang meminta perlindungan di Indonesia setelah terusir dari Myanmar. Konflik yang terjadi di Myanmar dialami warga Rohingya memiliki sejarah yang cukup panjang. Semua bermula dari akhir abad 18 ketika kota Maungdaw dan Buthidaung di Myanmar dilanda kerusuhan

Karena kerusuhan banyak warga Rohingya mencari tempat perlindungan ke negara lain, salah satunya Bangladesh. Banyaknya warga Rohingya keluar dari Myanmar karena perseteruan etnis dan agama akibat suasana yang makin memanas. Termasuk saat Inggris menjajah Myanmar lebih dari 100 tahun membuat warga Rohingya keluar ke Bangladesh hingga India.

Kepindahan warga Rohingya ke Bangladesh dan India mendapatkan sentiment negatif dari penduduk Myanmar. Termasuk ketika Myanmar akhirnya merdeka. Ketika itu mereka menolak warga Rohingya mendapatkan kewarganegaraan Myanmar. Pemerintah Myanmar mengesahkan undang-undangĀ  penolakan terhadap Rohingya.

Sebenarnya warga Rohingya bisa saja memperjuangkan mendapatkan kewarganegaraan di Myanmar dengan sejumlah syarat, muai dari memiliki dokumen lahir di Myanmar sebelum Myanmar merdeka tahun 1948 dan fasih bicara memakai bahasa nasional. Tak ayal syarat-syarat itu cukup berat bagi warga Rohingya.

Bahkan warga Rohingya seakan-akan dibuat tak nyaman di Myanmar. Mereka dibatasi dalam hak belajar, bekerja, bepergian, beragama, hingga mendapatkan akses kesehatan. Puncaknya di tahun 1970-an terjadi kekerasan kepada warga Rohingya di negara bagian Rakhine, dan membuat warga Rohingya mengungsi lagi ke negara lain.

Pada tahun 2017 sekitar 300.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh karena banyak warga Rohingya yang terbunuh, termasuk anak-anak. Sampai di tahun 2023 banyak pengungsi Rohingya yang mulai datang ke Indonesia untuk mendapatkan tempat yang aman.

Rohingya (BBC)

Disia-siakan oleh negaranya sendiri membuat para pengungsi Rohingya punya mental yang kuat. Bahkan ketika berhasil mengungsi di negara-negara lain mereka sebenarnya ingin bekerja dan mendapatkan kesempatan untuk berkontribusi kepada daerah yang sudah menerima dan membantu.

Para pengungsi Rohingya saat menuju tempat perlindungan menggunakan kapal atau perahu yang sebenarnya tidak layak untuk berlayar. Bahkan dalam satu perahu itu digunakan banyak orang yang bisa melebihi kapasitas. Mereka juga tidak membawa perlengkapan seperti air bersih, sanitasi, dan makanan.

Ternyata dalam perjalanan menuju negara-negara tujuan, para pengungsi masih saja mengalami kekerasan fisik dan seksual di atas kapal. Sebab mayoritas pengungsi Rohingya yang melarikan diri adalah kaum wanita dan anak-anak.

Rohingya (Serambinews)