Arsilan bekerja di rumah Soekarno di Jakarta pada tahun 1945 hingga 1948. Arsilan menjalani kesehariannya sebagai tukang kebun di rumah keluarga Soekarno. Sebelum jadi tukang kebun, Arsilan pernah tergabung sebagai tentara pelajar Hizbullah dan ternyata memilki peran saat prosesi pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Tak ada yang tahu bila Arsilan sebelum Soekarno membacakan teks proklamasi, dirinya menyiapkan dan memasang tiang bambu untuk pengibaran bendera merah putih pada momen tersebut. Dilansir dari akun Instagram @sorotandunia, Arsilan diminta oleh Soekarno untuk mencari bambu panjang. Awalnya dia tidak tahu bambu tersebut digunakan untuk apa.
Ternyata ia baru tahu bahwa bambu yang ia cari nantinya akan dijadikan tiang bendera merah putih yang berkibar di hari kemerdekaan Indonesia."Yang memasang tiang saya, itu sehari sebelumnya. Disuruh pasang tapi tidak tahu untuk apa, waktu itu belum ada tiang bendera besi karena sudah habis sama Jepang,"kenang Arsilan dilansir dari Merdeka.
Setelah tidak lagi bekerja di rumah Soekarno, Arsilan harus pindah dan mencari tempat tinggal. Ia pun mendapatkan sebuah lahan sempit yang lokasinya tidak jauh dengan rumah Soekarno di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.
Dari tanah sempit itu, Arsilan membangun sebuah rumah di Jalan Bonang, di sisi timur rumah Soekarno dalam bentuk semi permanen dengan tembok dari papan untuk melindungi dirinya dari panas matahari dan guyuran air hujan. Meskipun dulu Arsilan dekat dengan Soekarno dan keluarganya, kini hidupnya terlunta
lunta.
Padahal jasa Arsilan untuk Indonesia sangat besar karena pernah tergabung sebagai Tentara Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (PKRI) atau yang dulu dikenal dengan nama Laskar Rakyat. Arsilan ikut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia dan siap kehilangan nyawanya. Ia enggan mengemis meminta bantuan atau uang agar hidupnya sejahtera.
Arsilan Anak Buah Soekarno (detikNews)
Usia Arsilan yang kini tak muda lagi membuatnya harus mencari cara untuk membiayai hidup sendiri. Akhirnya dia memutuskan untuk menjadi seorang pemulung di kawasan Tugu Proklamasi. Hasil yang didapat tak menentu karena dia tidak bisa bekerja dari pagi sampai malam karena fisiknya tak kuat seperti masih muda dulu.
Dalam sehari biasanya Arsilan bisa menjual barang-barang yang dia dapatkan kepada pengepul dan mendapatkan uang berkisar Rp 20 ribu. Arsilan tetap bersyukur meski pendapatan yang dikantongi sangat kecil. "Yang penting bisa buat minum kopi,"pungkasnya.
Arsilan Kini Jadi Pemulung (Suara Bali)