Begini Kisah Seorang Peneliti Jerman yang Membangun Lapangan Terbang di Pedalaman Papua

Begini Kisah Seorang Peneliti Jerman yang Membangun Lapangan Terbang di Pedalaman Papua

Papua, diibaratkan seperti surga kecil yang jatuh ke bumi bagi para peneliti. Hanya demi Papua, tak sedikit peneliti asal Jerman yang membangun lapangan terbang di pedalaman Papua.

Salah satu peneliti yang telah melakukan penelitian di pegunungan Papua ialah Wulf Schiefenhoevel, profesor antropologi medis Max Planck Institut Jerman.

Awalnya, Wulf melakukan penelitian di Eipomek, Pegunungan Bintang yang berada pada ketinggian 2500 m dpl. Namun, demi memperlancar penelitiannya, di tahun 1974, ia pun dibantu oleh seorang suku bernama Tayiniyak dan beberapa orang Eipo untuk membuat lapangan terbang pesawat kecil. 

Pembuatannya pun sepenuhnya menggunakan tenaga manusia dengan bantuan linggis dan sekop saja.

Ilustrasi lapangan terbang di pedalaman Papua (sulutnews.com)

"Saya dan tim peneliti Jerman menamakan Eipomek untuk daerah yang kami bangun lapangan terbang, sebelumnya di peta hanya disebut sebagai Lembah X saja," kata Wulf.

Wulf mengatakan bahwa pada Juli tahun 1975, lapangan terbang hasil kerja mereka berhasil didarati oleh pesawat kecil. “Saat itu kami sangat senang dapat berfoto dengan orang Eipo, mereka obyek foto yang bagus, namun di era digital ini, kebalikannya, justru kami orang kulit putih yang jadi pusat perhatian, dan mereka jadikan obyek foto," ungkapnya.

Ilustrasi lapangan terbang di pedalaman Papua (papuabisnis.com)

Orang Eipo di Pegunungan Bintang, seperti semua penduduk Papua pedalaman, dahulu biasa memanen hasil kebun setiap hari dan langsung mengolahnya dan dikonsumsi hari itu juga. Mereka tidak biasa menyimpan bahan makanan pokok seperti ubi jalar dan pisang lebih dari satu hari. Tetapi ada beberapa makanan yang mereka olah dan simpan untuk beberapa hari.

Orang Eipo yang tinggal di Pegunungan Bintang dahulu sangat biasa memanen kebun setiap hari dan mengolahnya langsung untuk dikonsumsi sehari-hari. Mereka tidak biasa menyimpan bahan makanan lebih dari 1 hari. 

Namun, ada beberapa jenis makanan yang mereka olah, lalu disimpan untuk beberapa hari. Seperti biji buah pandanus brosimos atau dalam bahasa Eipo disebut win, yakni tanaman yang sangat mudah ditemukan di hutan. Bijinya mengandung lemak dan protein tinggi.

Menurut Wulf, selain biji pandan, ada juga daging kuskus diburu di hutan, diasap di atas api juga dan nanti dibungkus dalam daun, upamanya daun pisang. Bisa simpan dua minggu atau sedikit lebih.

Sebelum tahun 1974, sungai di wilayah mereka sama sekali tak memiliki ikan. Namun, setelah adanya penerbangan perintis, ikan air tawar pun mulai didatangkan dari Sentani dan dibudidayakan di kolam para warga.

Ilustrasi lapangan terbang di pedalaman Papua (kabarpapua.co.id)