Di bulan Ramadhan ini, umat muslim berlomba-lomba melakukan kebaikan dan beribadah untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.
Salah satu ibadah yang dilakukan di bulan suci Ramadhan adalah tarawih. Lalu bagaimana sebenarnya tanggapan ulama soal tarawih kilat yang belakangan ini jadi sebuah fenomena?
Yuk, simak penjelasan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha
# Penjelasan Gus Baha Soal Tarawih 20 Rakaat Selama 7 Menit
Dalam suatu pengajian bersama para santri yang disiarkan di kanal YouTube Ngaji Gus Baha. KH Ahmad Bahauddin Nursalim ini menjelaskan tentang fenomena salat tarawih kilat.
Katanya, salat tarawih 20 rakaat dikerjakan selama 7 menit itu terlalu.
"Saya kalau Tarawih itu milih jadi makmum. Masalahnya, nanti kalau ada salahnya dan ditanya Allah: "Ha', sujud kok cepete ngono!? (Ha', sujud kok cepat begitu!?)"
Kiri ke kanan: Gus Mus, Gus Baha (suara.com)
"Lah imame cepet ngoten Gusti (Allah). Jarene makmum ken anut imam!? (kan imamnya cepat, Gusti. Katanya makmum harus ikut imam!?)."
Makanya, kelak yang "diburu" (dimintai pertanggungjawaban) adalah imam. Menurut ilmu Fikih, "wa yajibu alal-makmuumi mutaaba’atul imaam" (makmum wajib mengikuti imam).
Kelak kalau ditanyai Allah, "Ha, sholatmu kok cepet ora thuma’ninah?" "Imame, Gusti. Kulo kan wajib anut imam (imamnya, Gusti. Saya kan wajib mengikuti imam)."
Ibadah salat tarawih di masjid sebelum pandemi (kabar24.bisnis.com)
Ketika si imam ditanyai, "Imam, kenapa kok sholatmu cepet!?"
"Permintaan pasar," jawab imam.
Anak kecil ikut salat tarawih di masjid (genmuda.com)
# Imam Melakukan Karena Keinginan Konsumen
Bebas hisab! Imam biasanya melakukan itu karena tahu, konsumennya ingin seperti itu. Sebab kalau mencoba tarawih lama, musala-nya sepi.
Gus Baha menambahkan, "Wong cah enom kalau Tarawih takok, 'Seng cepet endi?' Ora, 'Seng apik endi?' (anak muda kalau Tarawih tanya, "Yang cepat mana?" Bukan, "Yang baik mana?".
"Saya pernah di Lasem (daerah di Kabupaten Rembang), ada imam sepuh (tua renta) sedang berjalan ke tempat pengimaman (mihrab masjid). Lalu ada orang di belakang ngomong, 'Waduh kok Mbah iku, suwi iki!' Ojo-ojo Gus! Pindah-pindah!" (Waduh, kok Mbah itu, lama ini. Jangan Gus! Pindah-pindah!)"
"Saya sampai sekarang tidak pernah mengimami salat Tarawih. Masalahnya saya tidak siap tanggung jawab. Jadi makmum saja."
"Menurut saya, kalau Tarawih terlalu lama juga keberatan. Tapi, mudah-mudahan diterima Allah."
"Saya ingin melatih kalian berpikir logika Nabi. Harus latihan. Di dunia ini cuma mampir minum. Kita semua sebentar lagi meninggal. Soalnya umur rata-rata itu 60-70 tahun. Setelah itu meninggal."
"Ketika kita meninggal, yang kita kenang di dunia hanya sujud, karena itu perintahnya Allah, wasjud waqtarib. Kita ini di dunia, disuruh sujud. Bukan disuruh untuk kaya, punya jabatan, tapi disuruh sujud. Meskipun kamu tidak apa-apa jika punya jabatan dan uang, tapi perintah Allah itu untuk bersujud. Dan kita sujud!"
Itulah cara logika Nabi! Nabi itu kalau sholat itu nyaman sekali. Saking nyamannya, kalau baca sampai 200 ayat. "Berani kalian makmum sama Nabi?"
Ada sahabat yang coba menghitung lamanya shalat Nabi. Nabi itu sholat sedang takbir, ia berkata, "Aku pernah mencoba hitung, aku tinggal pulang, menyembelih kambing, aku kuliti, masak lalu makan. Lalu saat kembali lagi, Nabi masih di rakaat pertama."
Coba! Dulu kan belum ada jam. Cara menghitungnya seperti itu. "Berani kamu?" Makanya kalau Nabi tahu Tarawih model Wonokromo, Jejeran. Padahal, Wonokromo sudah bagus, sudah standar.
Apalagi kalau melihat Tarawih Blitar. Tarawih di Blitar berapa? Tujuh (7) menit malah. Itu gimana? Itu umatnya Nabi Sulaiman bukan umatnya Nabi Muhammad. Pengikutnya Ashif bin Barkhiya (yang membawa Istana Bilqis).