Kisah Mayora, Transpuan Pertama di Indonesia yang Jadi Pejabat Desa dan Tetap Pakai Lipstik

Kisah Mayora, transpuan pertama di Indonesia yang jadi pejabat desa dan tetap pakai lipstik.

Mungkin gak banyak orang yang tau nama Hendrika Mayora Victory. Dia lebih dikenal sebagai Mayora oleh masyarakat dan kini menjadi sorotan karena posisinya.

Dia adalah seorang transpuan asal Kabupaten Sikka yang kini menjabat sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Mayora sendiri resmi menduduki jabatan publik setelah memenangkan pemilihan pada Maret 2020 lalu. Mayora unggul dari enam kandidat laki-laki lainnya.

"Puji Tuhan, saya terpilih dan mendapatkan suara terbanyak. Tentu ini momen yang istimewa bagi saya. Tidak disangka, seorang transpuan terpilih menjadi anggota BPD," katanya.

Belakangan, nama Mayora disebut-sebut sebagai transpuan pertama yang menjadi pejabat publik di Indonesia. Mayora pun sempat menceritakan perjalanannya hingga dia berhasil duduk sebagai anggota BPD di Desa Habi tersebut.

Semua itu bermula ketika dia kembali ke kampung halamannya di Desa Habi pada 2019 lalu. Mayora memutuskan pulang kampung setelah bertahun-tahun merantau ke Yogyakarta.

Di kampung halamannya, Mayora aktif dalam berbagai kegiatan komunitas. Mulai dari perkumpulan umat Katholik hingga kelompok pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK).

Sehari-hari, Mayora mengikuti berbagai kegiatan rohani dan membimbing anak-anak di desanya dalam kegiatan sekolah Minggu. Sebagai anggota PKK, Mayora dengan senang hati melayani masyarakat dalam kegiatan posyandu.

Inilah Mayora, pejabat publik transpuan pertama di Indonesia (kompas.com)

Mayora juga membantu ibu-ibu yang hendak bersalin dan memantau kesehatan balita. Mayora juga aktif menyosialisasikan pola asuh anak kepada keluarga di desa itu. Aktivitas itulah yang membuat dirinya ditunjuk sebagai koordinator wilayah PKK Kecamatan Kangae.

"Ketika ada nikah massal di komunitas, saya selalu terlibat mengurus dekorasi, mengatur acara, dan ada pula yang memasak. Setiap ada upacara, saya usahakan, kawan-kawan transpuan terlibat," kata Mayora.

Dari berbagai aktivitasnya itu, ibu-ibu di desa setempat meminta Mayora maju menjadi calon anggota BPD di Desa Habi. Mayora kemudian menerima usulan itu dengan syarat tidak meninggalkan identitasnya sebagai transpuan jika dirinya terpilih.

"Jika warga menginginkan saya yang status transpuan ini bekerja untuk umum, ya pasti bersedia. Syaratnya, saya maju, tetapi tiak meninggalkan identitas sebagai transpuan," ungkapnya.

Mayora pun intens menyosialisasikan programnya kepada warga setempat setelah mantap maju sebagai calon anggota BPD. Dia menemui warga di rumah dan saat ada kegiatan komunitas. Hal itu dilakukannya untuk mendapatkan dukungan.

Mayora mendapat dukungan karena aktif di berbagai kegiatan di desanya (dw.com)

Soalnya, waktu sosialisasi yang dimilikinya hanya tersisa seminggu sebelum pemilihan. Pemilihan calon anggota BPD Habi dilakukan pada Senin, 16 Maret 2020 lalu.

Setelah dilakukan pemungutan suara, tak disangka kalo Mayora mendapat 60 suara dalam pemilihan tersebut. Mayora pun bangga bisa terpilih sebagai anggota BPD. Masyarakat Desa Habi bahkan memandangnya sebagai manusia, bukan karena dia transpuan.

Masyarakat pun percaya pada kemampuannya.

"Terima kasih masyarakat Desa Habi, khususnya ibu-ibu yang sudah mempercayakan saya menjadi anggota BPD. Saya akan kerja semaksimal mungkin untuk kita semua," ungkapnya.

Buat Mayora, BPD memiliki peran dan fungsi strategis untuk mengontrol roda pemerintahan desa. BPD juga berfungsi menyusun kebijakan seperti peraturan desa. Mayora juga berjanji untuk mendorong pembuatan peraturan desa tentang lembaga adat dan masyarakat sadar hukum.

"Ini salah satu motivasi saya maju jadi BPD. Saya bisa membuat kebijakan tentang kaum minoritas seperti kaum disabilitas dan papa yang diabaikan. Kalau omong dari luar tentu susah. Sekarang sudah jadi BPD, saya bisa menyuarakan suara mereka-mereka yang selama ini tidak perhatikan karena kebijakan," kata Mayora.

Kabupaten Sikka punya banyak pantai yang bagus loh! (pidii.com)

Setelah terpilih, Mayora pun tetap berpenampilan seperti biasa. Dia bersolek layaknya seorang transpuan ketika bekerja ke kantor. Buat dia, itu tidak masalah. Mayora bahkan tetap pakai lipstik.

Awalnya, ada beberapa komentar miring tentang penampilannya. Beberapa orang meminta Mayora berpenampilan layaknya seorang pria. Namun, Mayora mengatakan bahwa dia sudah selesai dengan identitas, dan hal itu telah dia tegaskan dari awal.

Dia mengatakan bahwa dia memang seorang transpuan dan dia mencintai hidupnya sebagai seorang transpuan.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat dan rekan-rekannya di kantor bisa menerima Mayora apa adanya. Kini, Mayora tak lagi mendengar permintaan harus berpenampilan seperti apa pun ketika berada di kantor.

Mayora bahkan tetap tampil anggun ketika menerima kunjungan Bupati Sikka Fransiskus Robertus Diogo. Dia pun memperkenalkan diri juga sebagai Hendrikus Kelan.

"Saya nama asli Hendrikus Kelan. Ada warga yang panggil saya Hendrikus. Untuk nama, saya juga tidak soal. Asalkan jangan paksa saya untuk jadi pria atau wanita. Saya tetap seorang transpuan," jelas Mayora.

Awalnya banyak yang mengomentari penampilannya, tapi akhirnya jadi terbiasa deh~ (dw.com)