Waktu terus berlalu, kabut malam perlahan-lahan mulai terlihat turun membasahi tanah. Kini hujan lebat telah berganti gerimis kecil.
Saat itu, aku tidak tahu pasti pukul berapa. Karena aku tidak sempat melihat jam, dan yang jelas pada saat itu Logi masih juga tidur di dalam tenda. Aku menebaknya mungkin hampir memasuki pukul 01:00 dini hari.
Di dalam semak yang gelap di samping kanan tenda kami, tiba-tiba terdengar suara ranting pohon yang patah. Hal itu bahkan sampai membuat dua ekor anjing langsung menyalak. Pak Witan langsung berdiri dan kemudian menyorotkan cahaya senternya ke arah semak-semak tersebut. Namun beliau tidak melihat apapun kecuali hanya malam yang gelap serta di taburi oleh kabut-kabut tipis.
Beliau masih berdiri, terlihat sedikit penasaran. Bahkan Mardian juga ikut mengintip. Namun tetap saja tidak ada yang terlihat mencurigakan.
"Mungkin ranting pohon mati yang jatuh"
Begitu kata Mardian dengan santai. Dia kemudian kembali duduk untuk meneguk kopi dan kemudian menyalakan rokoknya. Begitupun denganku. Kini, Pak Witan juga sudah kembali duduk di posisi semula.
Aku pamit sebentar setelah menyalakan asap rokok untuk pergi buang hajat di belakang tenda.
Setibanya di belakang tenda, aku langsung membuang hajatku karena mungkin sudah tidak tahan lagi. Aku pipis dalam jarak sekitar 10 meter di belakang tenda. Sekitar 20 meter di depanku itu ada semak-semak yang setinggi dua meter. Aku tidak melihat apapun, aku terus melanjutkan pekerjaanku.
Setelah selesai buang hajat, aku kembali berjalan menuju tenda. Namun pada saat itu juga, tiba-tiba aku tidak sengaja mengarahkan cahaya senterku saat posisi tubuhku berputar balik badan ke arah beberapa pohon karet dekat semak yang ku katakan tadi.
Aku melihat seolah-olah ada sesuatu yang terlihat aneh yang bergerak dan sembunyi di belakang pohon tersebut. Aku tidak tahu pasti apakah aku ini salah lihat dan ataukah itu benar-benar ada. Hingga aku pun kembali menyorotkan cahaya senterku itu ke arah pohon tersebut, namun aku tidak melihat apapun. Mungkin aku salah lihat, begitulah dugaan ku.
Aku kembali berjalan menuju tenda.
Tiba-tiba seekor anjing milik pak Witan berlari ke belakang tenda ke arahku yang sedang berjalan. Anjing itu menggonggong keras. Anjing-anjing yang lainnya juga ikut berlarian ke arahku dan kemudian melewatiku hingga cukup jauh di belakangku.
Pada saat yang sama pula, ku lihat Logi pun sudah terbangun dari tidurnya. Ia juga ikut berlari ke arahku bersama Pak Witan dan Mardian dengan senjata api di tangan.
"Kenapa anjingnya Pak, Wo?" Aku bertanya pada pak Witan. Begitulah aku biasa memanggil beliau.
Pak Witan hanya menjawabnya dengan gelengan kepala, tidak tahu. Beliau terus berlari bersama Logi mengejar anjing-anjing tersebut untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sementara aku berlari kembali menuju tenda untuk mengambil parang dan ketapel milik kakekku yang ketinggalan. Setelah itu aku dan Mardian juga ikut berlari dari belakang untuk menyusul mereka.
Ilustrasi (arusutara.com)
Ternyata anjing-anjing tersebut berhenti di dekat semak-semak yang tadinya aku lihat sewaktu buang hajat. Apakah tadi aku benar-benar tidak salah lihat? Begitulah tanyaku dalam hati sambil mengingatnya.
Anehnya, anjing anjing tersebut hanya menggonggong dari luar semak, tidak ada yang berani masuk duluan ke dalam semak.
Pak Witan kemudian mengambil beberapa obor bambu di dalam tenda, dan kemudian menyalakan obor tersebut, setelah itu beliau melemparkan obor tersebut kedalam semak-semak.
Aku dapat melihatnya dengan jelas, cahaya obor itu yang terbang ke dalam semak perlahan-lahan dapat membantu penglihatan kami. Tadi semak-semak itu sangat gelap, kini sudah cukup terang, dan kami bisa melihat isi yang ada di dalamnya. Ternyata semuanya tidak ada apa-apa. Aneh sekali bagiku, lalu kenapa anjing-anjing menggonggong serentak ke arah yang sama?
Angin terus bertiup, hingga membuat daun-daunan satu persatu jatuh dari dahannya. Langit masih terlihat gelap, kabut tipis juga masih berkeliaran seakan tak mau beranjak.
Beberapa menit telah berlalu. Semenjak Pak Witan melemparkan obor kedalam semak-semak tadi, tidak lama kemudian satu persatu anjing kamipun mulai terlihat tenang kembali, mereka tidak lagi segalak tadi. Aku merasa sedikit lega.
"Sudah ku bilang pada kalian sebelumnya, bahwa makhluk itu bukanlah makhluk yang nyata. Makhluk itu adalah jelmaan Jin!" Aku kembali menegaskan pendapatku itu kepada dua sahabatku dengan nada yang sedikit kesal. Namun mereka hanya diam dan tidak mau menanggapinya.
"Kalian harus percaya kata-kataku itu, Mardian, makhluk itu adalah makhluk halus. Dia tidak akan selalu muncul seperti kau mencari beruk dan lalu kau bisa seenaknya menemukannya begitu saja di hutan, kalian keliru. Ayolah, besok kita harus kemas-kemas barang dan kembali ke kota. Jika kalian tidak mau, maka aku sendiri yang akan kembali ke kota bersama Kakek dan Nenek ku, karena mereka juga mau pindah ke rumah kami" Begitu kataku pada mereka.
Entah kenapa aku tiba-tiba menjadi sangat kesal kepada mereka. Mereka tetap tidak menjawabnya. Namun beberapa detik kemudian, tiba-tiba Mardian mulai buka suara.
"Iya juga Gi, mungkin kata Rayhan itu benar, itu adalah makhluk halus, bagaimana mungkin kita bisa mencarinya seperti mencari beruk di hutan. Sepertinya besok kita harus pulang, gak usahlah sampai hari minggu, sampai besok aja, ya" Mardian bertutur pada Logi dengan nada yang sedikit mendayu.
Logi masih belum menjawabnya, kelihatannya dia masih berpikir untuk menimbang-nimbang keputusannya.
"Hmmm, iya deh, besok kita akan pulang" Begitulah jawaban yang keluar dari mulut Logi. Dan aku pun merasa lega mendengarnya.
Pak Witan berjalan ke dalam semak untuk menjemput obor miliknya, seekor anjing entah milik siapa itu tuba-tiba berlari mengikuti beliau dari belakang, sementara aku dan teman-temanku yang lain masih menunggu di luar semak-semak sambil menghisap rokok. Santai.
Tiba-tiba anjing tersebut berbunyi pelan sambil kakinya menggali tanah dan sesekali dia juga terlihat menempelkan hidungnya di tanah. Gaya anjing tersebut persis sama dengan tingkah anjing yang sedang menggali tanah untuk mendapatkan tulang.
Aku sibuk dengan ponselku. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 02:11 malam. Ada sebuah pesan yang masuk.
"Pulsa anda telah habis!" Begitu bunyi pesan nya.
"Haha, gila, tengah-tengah malam gini tiba-tiba sms masuk, setelah di buka, ternyata isi pesan nya, Tai! Pulsa anda sudah.....
Belum sempat aku menyudahi kalimatku, tiba-tiba Pak Witan memanggil kami bertiga agar segera mendekat.
"Hey, ayo sini, coba lihat ini, cepat!" Pak Witan memanggil kami dengan nada suara yang sedikit mendesak. Kami yang mendengarnya pun juga menjadi sedikit terkejut dan sedikit panik. Kami pun berjalan untuk melihatnya.
"Gagang apa ini?" Mardian bertanya dengan nada bingung.
Ilustrasi (Pixabay.com)
"Sepertinya ini adalah gagang pintu, ayo sama-sama kita coba untuk menariknya, barangkali saja pintu ini masih bisa di buka" Kata Pak Mardian pada kami dengan nada yang sedikit mengajak. Dengan serentak, kami semua pun mulai mengambil posisi dan kemudian mulai menariknya.
Kedengarannya persis sekali seperti pintu besi yang sudah lama tidak terbuka, terdengar sedikit berisik, mungkin karena pintu besi itu sudah banyak yang berkarat.
Jadi agak susah untuk di buka. Setelah sedikit berusaha keras, dan kami pun berhasil membuka pintu tersebut.
Pandangan mata kami semuanya langsung tertuju kepada isi yang ada di balik pintu tersebut. Kami semua bahkan sampai tidak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun sakin fokus dan penasarannya. Begitupun dengan 7 ekor anjing yang bersama kami, mereka semua terlihat juga ikut berkumpul untuk melihat apakah isi yang ada di balik pintu tersebut.
Tidak ada yang terlihat, semuanya nampak gelap. Ternyata ada sebuah ruangan bawah tanah yang sangat gelap. Kami tidak tahu ruangan apakah itu? Dan seluas apakah ruangan itu? Yang terdengar dari mulut pintu tersebut hanyalah suara dentingan air yang menetes pelan dari langit-langit yang mengenai lantai ruangan.
Tepat di depan mulut pintu itu terdapat anak tangga yang tertancap di didinding, anak tangga tersebut berjajar rapi hingga ke lantai dasar. Tebakanku jarak pintu tersebut dengan lantai dasar ialah sekitar 20 meter. Tinggi sekali gumam ku dalam hati. Itu hanyalah tebakanku.
Ilustrasi (Kapanlagi.com)