Mengenal Djuwari, Sosok Penanggul Tandu Jenderal Soedirman Pada Masa Penjajahan Yang Kini Terlupakan

Inilah sosok Djuwari, penanggul tandu Jenderal Soedirman yang kini hidup miskin dan terlupakan~

Begitu banyak veteran yang hidupnya kini miris dan terlupakan.  Berjuang pada masa penjajahan memang nggak selalu menjamin hidup seseorang akan sejahtera sampai tua. Banyak dari mereka yang nggak mendapatkan penghargaan dan bantuan dari pemerintah. Salah satu yang mengalaminya adalah Djuwari. 

Nggak banyak yang tahu perjuangan Djuwari. Sehari-hari, Djuwari hidup di desa dekat kaki Gunung Wilis dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Padahal Djuwari ini adalah pejuang yang menggotong tandu Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Soedirman yang lahir pada 24 Januari 1916 adalah seorang prawira tinggi pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Ia pun menjadi Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia pertama. Sosoknya sangat dihormati di Indonesia.

Jenderal Soedirman saat itu memimpin perang gerilya di kawasan selatan Pulau Jawa tahun 1948-1949 diketahui sedang sakit. Nah, Djuwari ini yang jadi tukang panggul tandu sang panglima. 

Djuwari bersama rekan-rekannya terjun langsung ke medan berat untuk menopang tandu sang jenderal dalam bergerilya. Nah, saat itu, Soedirman tengah menderita penyakit TBC sehingga memiliki keterbatasan dalam fisik. Sebagai tukang panggul tandu, Djuwari ikut keluar-masuk hutan demi gerilya tetap lancar. 

Sampai pada 6 Januari 1949, Djuwari bersama rekannya, Karso, Warto, dan Joyodari, menandu Soedirman sampai ke Dusun Magersari, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk demi menghadapi para penjajah. 

Djuwari sang penanggul tandu Soedirman (laduni.id)

Jarak yang ditempuh sekitar 30 kilometer, melintasi dusun dan perbukitan. Selama bertugas, perjalanannya tak mudah lho. Ia harus mulai pagi-pagi lalu mengangkat tandu melewati medan yang berbukit-bukit, melewati hutan, dan sesekali berhenti untuk istirahat dan makan perbekalan. 

Tugas Djuwari memang hanya membawa tandu, tanpa senjata seperti gerilyawan lain. Ia pun melakukan semuanya dengan ikhlas dan tak mengharapkan imbalan. Djuwari mengaku bahagia, karena merasakan ikut dalam perjuangan melawan penjajah, meski nggak dengan cara memanggul senjata. Ia pun berbangga hati karena merasa tugas memanggul tandu Soedirman adalah sebuah pengabdian.

Djuwari sang penanggul tandu Soedirman (mysandiwarapemuda.blogspot.com)

Namun, karena bantuannya, Djuwari sempat mendapatkan  hadiah berupa sepotong kain panjang dari sang panglima. Ia pernah beberapa kali di datangi cucu sang panglima. Bahkan, ia pernah diberikan uang tunai Rp500 ribu. Pada era Soeharto, sesekali dia pernah mendapatkan bantuan berupa beras. 

Kini, tandu tersebut tersimpan rapi di Museum Satria mandala. Djuwari hanya berharap generasi muda saat ini bisa nerusin cita-cita para pahlawan agar terbebas dari segala bentuk penjajahan. 

Tandu yang digunakan Djuwari (voa-islam.com)