Setelah Ratusan Tahun, 75 Manuskrip Kuno Keraton Yogyakarta Dipulangkan Inggris (Bagian 2)

Di Jawa, Inggris ingin membuat peraturan baru. Sultan HB II keberatan dan serangan pun terjadi. Keraton kalah, hingga akhirnya ... simak kelanjutan kisahnya.

Menyambung ulasan sejarah yang sebelumnya, lantas ... kenapa ya para tentara Inggris malah menjarah naskah-naskah kuno di Keraton Yogyakarta?

Menurut dugaan Candra, para penjajah Inggris menyukai karya sastra sehingga mereka mengambil naskah-naskah milik Keraton. Yang menarik adalah ... naskah Keraton bahkan ditulis dengan tinta emas.

"Banyak naskah yang sampul halaman depannya dihias dengan gambar-gambar dari tinta emas. Kebetulan, Raffles menyukai karya sastra," kata Candra.

"Makanya banyak penjajah saat itu merekrut prajurit bayaran untuk merampas naskah tersebut," tambahnya.

Candra mengatakan bahwa ada lebih dari 7.000 naskah kuno yang dirampas Inggris. Naskah itu tergolong banyak karena zaman dulu, semua hal selalu diarsipkan. Termasuk hak alih tanah. Meski begitu, naskah-naskah tersebut tidak semua sampai ke Kerajaan Inggris.

Berdasarkan bukti dan jejak sejarah, di tengah perjalanan, pasukan Inggris berhenti di Titik Nol Kilometer Jogja. Di sana, mereka melelang naskah kuno yang dianggap tidak menarik. "Naskah-naskah itu dilelang, dijual ke masyarakat umum," kata Candra.

Thomas Stamford Raffles (fineartamerica.com)

Itulah alasan kenapa beberapa orang mungkin masih memiliki naskah kuno yang diwariskan turun temurun oleh para leluhurnya. Candra menambahkan, ada juga cerita beberapa kapal karam di Laut Jawa dan Semenanjung Harapan (Cape Horn), Afrika Selatan.

Saat perampasan terjadi, hanya dua naskah saja yang tidak dirampas yaitu naskah bertuliskan aksara Arab atau Al-Quran, dan Serat Suryorojo. Serat Suryorojo berisi wejangan seorang raja kepada putra mahkota dan penerusnya dalam tembang Jawa. Surat itu tersimpan di kamar Sri Sultan HB II, dan hanya boleh dibaca oleh putra mahkota penerus tahta.

Lagi, menurut Candra, 75 naskah asli yang dipulangkan Inggris saat ini sebelumnya telah tersimpan di British Library, London. Sementara sebagian besar lainnya tersimpan di Yayasan Raffles.

Dulu, di sini, naskah yang dijarah sempat dijual juga (dolandolen.com)

Inilah yang menjadi tantangan pihak Keraton Yogyakarta untuk kembali mendapatkan naskah-naskah tersebut. Sebab, sebagian besar lainnya tersimpan di Yayasan Raffles, dan berarti itu menjadi milik swasta.

Sementara The British Library menyerahkan naskah-naskah kuno itu hanya dalam betuk digital saja. Naskah kuno tersebut diserahkan secara resmi kepada Sri Sultan HB X pada pembukaan Simposium Internasional pada Selasa (5/3/2019) lalu.

Naskah Kuno Keraton Yogyakarta sebagian tersimpan di The British Library(independent.co.uk)

Candra menambahkan, hingga saat ini, naskah dengan aksara Jawa dan bahasa lama itu belum diterjemahkan ulang. Pihak Keraton pun akan menerjemahkan dan menuliskan ulang naskah tersebut sehingga Keraton punya salinan dalam bentuk fisik.

Ke depannya, Candra masih belum menentukan apakah semua naskah bisa dibuka untuk umum atau tidak. Candra menjelaskan ada 'harmoni' yang ingin tetap dijaga.

"Kami akan tetap memilah untuk menghindari luka lama terbuka kembali," kata Candra.

Sri Sultan Hamengku Buwono X (Instagram @kratonjogja)

Candra sendiri juga sudah mengetahui gambaran besar isi manuskrip-manuskrip tersebut. Secara umum, naskah-naskah kuno itu menjelaskan politik masa lalu.  Begitu pula tentang toleransi, agama, hingga masalah bencana yang melanda Yogyakarta.

"Kami berharap setelah naskah itu dipahami, kita bisa mengetahui mitigasi bencana dan (menggunakan) untuk kepentingan kita bersama, karena sampai saat ini, tidak ada lembaga yang mencatat kebencanaan, kan?" tutupnya.

Salah satu naskah kuno Jawa di The British Library (eap.bl.uk)