Jakarta Music Con 2025 berlangsung selama dua hari pada Sabtu dan Minggu tanggal 11 Oktober dan 12 Oktober 2025 lalu. Bertempat di Dome Senayan Park, Jakarta Music Con 2025 dihadiri para pelaku industri musik di tanah air yang berbagi cerita inspirasi kepada pengunjung.
Paragram berkesempatan datang ke Jakarta Music Con hari kedua, Minggu (12/10) lalu. Nampak suasana begitu intim dan reflektif. Hari kedua tak kalah meriah dibandingkan hari pertama karena banyak orang saling berbagi cerita, bertukar pikiran, demi industri musik Indonesia lebih baik.
Ratusan pengunjung dengan serius tapi santai masuk ke dalam ruang diskusi dalam dua rangkaian utama yakni Bicara Musik dan Bisik Musik. Menariknya musik dibedah bukan karena sisi bunyi tetapi bagaimana ada kolaborasi dengan budaya, teknologi,dan komunitas.
Misalnya sesi The Music Trend Playbook: Creating, Responding, and Amplifying menghadirkan Dimasz Joey (Mad Haus Group), Faris Adam (penyanyi Indonesia Timur), dan Tiara Dianita (The Maple Media) yang membedah bagaimana tren lahir dari budaya dan konteks sosial, bukan sekadar algoritma.
Dilanjutkan dengan Scaling Up: Building the Next Music Icons, Adryanto Pratono (JUNI Records), White Chorus, dan Ririe Cholid (Believe Indonesia) berbagi pandangan soal bagaimana membangun karier jangka panjang di tengah arus cepat dunia digital. Moderator Akbarry Noor menutup sesi dengan refleksi tajam: “Musisi besar bukan hanya mereka yang viral, tapi mereka yang bertahan”.
Jakarta Music Con 2025 yang berlangsung pada tanggal 11-12 Oktober 2025 lalu (Foto: Dok.Istimewa)
Menjelang sore hari panggung diskusi dipenuhi energi dari para penggemar dan penggiat komunitas dalam sesi Fan Power: Growing Your Music Community. Kanya Belfa Maharani (Sun Eater/Lomba Sihir) dan Sahila (Admin Zivellas OFC)cerita bagaimana hubungan emosional antara musisi dan penggemar membentuk budaya kolaboratif yang autentik.
Tak lama setelahnya, Copyright Mythbusting: Ask Me Anything bersama Muara Sipahutar (YouTube Indonesia & Malaysia) menjadi sesi paling interaktif hari itu. Dengan pendekatan terbuka, Muara memecahkan mitos seputar hak cipta dan royalti digital, membuka ruang bagi musisi untuk memahami bahwa perlindungan karya bukan hal rumit, melainkan pondasi profesionalisme.
Lalu lanjut ke Bisik Musik, kolaborasi dengan berbagai institusi kreatif menghadirkan perspektif baru tentang produksi dan strategi musik. Melalui sesi 360 Musician’sPlayground: Brand. Release. Rights. All in One Circle oleh Sosialoka Indonesia, Rara Pratiwi, Bobby Pistar Sinaga, Eko Trafsilo, dan Rizkabum menyoroti pentingnya keseimbangan antara ekspresi artistik, branding, dan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Menjelang malam, suasana di area Dome Senayan Park beralih ke ruang BIANG CIPTA Mini Talks, yang menghadirkan sesi Yang Seger-Seger Ajah: Special Live Session, yang dipandu oleh Arie Dagienkz dan Fadli Rizki. Para musisi bercerita tentang proses kreatif di balik lagu-lagu mereka, sambil sesekali berbagi tawa dan refleksi ringan. Momen ini menjadi jembatan yang mempertemukan musisi, penonton, dan kisah personal yang membentuk karya mereka.
Dari ruangdiskusi, energi berlanjut ke Panggung Musik Jakarta Music Con x TuneCoreIndonesia. Program submission yang melibatkan musisi independen ini kembali menghadirkan warna baru di malam pertama. Kali ini, MADMAX — grupdream/noise-pop beranggotakan perempuan — tampil dengan aransemen segar yang memperkaya skena alternatif lokal. Setelahnya, giliran Normatif, duo indiealternative rock, yang berhasil membuat penonton berlompat dan bersorak lewat performa energik mereka.