Gengs, ini adalah ulasan ketiga soal ghosting. Jadi, apa setidaknya kalian sudah paham tentang ghosting ini? Kalo gak paham gapapa juga sih ... kadang, semua hal gak perlu diketahui sekarang juga kok (*apa sih?).
Pokoknya, ghosting tuh bisa diartikan lebih dari sekadar menghilang~ tring!
Ghosting juga kerap dikaitkan dengan kombinasi antara teknik menghindar dan melancarkan strategi komunikasi lewat "pihak ketiga" yang bukan cuman orang aja, bisa juga lewat perangkat elektronik atau media sosial gitu lah.
Situasi ini tergolong baru dan terjadi sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari merebaknya penggunaan situs cari jodoh online. Tapi gak cuman perihal jodoh aja sih, ternyata merambat ke beberapa hubungan sosial seperti pertemanan, persahabatan, maupun hubungan profesional pulak!
Gak usah nanya ke mana pas mereka ngilang~ (rd.com)
Kalo di ulasan bagian kedua udah dibahas soal cara orang-orang mengakhiri sebuah hubungan, kali ini kita bahas tentang siapa aja sih pelaku ghosting dan waktu yang terbaik untuk melakukan ghosting. Hmm, makin menarik yah!
Baiklah ... siapa aja sih yang melakukan ghosting? Aku, kamu, dia, mereka, atau kita? Semua orang gitu?
Sebenernya gengs, ghosting terbagi menjadi dua: ghoster dan ghostee. Ghoster adalah orang yang melakukan ghosting. Sementara ghostee adalah si korban ghosting.
Udahan aja lah kalo begitu (rd.com)
Dalam hal ini, Collins kembali menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak suka memiliki kedekatan secara emosional, punya kecenderungan untuk melakukan ghosting! Hii ... apa enaknya berhubungan dengan 'hantu'?
Sebuah studi dilakukan tahun 2018 kemarin. Dalam studi itu, para peneliti membagi orang menjadi beberapa kategori. Studi itu dipublikasikan dalam Journal of Social and Personal Relationship.
Pertama adalah mereka yang memiliki mindset tetap tentang masa depan; kedua, percaya pada takdir dan berpikir bahwa suatu hubungan dapat atau tidak terjalin; dan ketiga, mereka yang memiliki mindset berkembang dan percaya bahwa hubungan membutuhkan usaha untuk bersemi.
Bisa terjadi pada cowok (markmanson.net)
Hasilnya, sebanyak 60 persen dari kelompok pertama mengungkap bahwa ghosting adalah cara yang dapat diterima untuk mengakhiri hubungan. Dan itu yang lebih mungkin untuk dilakukan. Sementara pihak kedua hanya 40 persen yang membenarkannya.
Di balik itu, para ahli hubungan asmara pun menyarankan kita untuk segera melepaskan orang-orang yang melakukan ghosting. Kata para ahli nih, jika kalian tergoda untuk berhubungan dengan mereka yang ber-ghosting, coba pikirkanlah tentang hasil yang akan kalian dapatkan nanti.
Seseorang yang berani 'membayangi' kita berarti telah menunjukkan ketidakmampuan dirinya untuk menangani konflik dengan cara yang sehat. Tanyakan pada diri sendiri, apa kalian benar-benar pengin gitu menjalani hubungan dengan orang model begitu?
Bisa juga terjadi pada cewek (weblebi.com)
Selanjutnya, cobalah untuk menahan godaan untuk mencari tahu tentang kehidupannya di media sosial.
Tapi kalo kalian gak bisa melepaskan dia, mungkin kalian bisa mengatakan kepadanya untuk memberi tau bahwa perilakunya tidak dapat diterima.
Itu gak "dewasa", dan itu gak berbelas kasih. Mereka menyedihkan gengs! Kalian juga bisa sama menyedihkannya jika kalian malah asik dan menikmati hubungan macem itu.
Coba tanyakan diri kalian lagi sebelum menjalin hubungan (eharmony.com)
Tiati ya gengs. Semua bisa jadi korban dan pelaku ghosting. Yakin dulu sama diri sendiri sebelum menjalin hubungan dengan orang lain. Jangan pas lagi sayang-sayangnya eh malah ngilang!
Udah, gitu ajah~
Pokoknya, semua bisa jadi korban atau pelakunya loh~ (rd.com)