Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan laporan soal banyaknya anak muda (26-35 tahun) terkena kasus judi online.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan alasan anak muda terjebak judi online (judol) dikarenakan mengikuti tren yang tersebar pada media sosial.
"Salah satu tantangan bagi anak muda adalah anak muda ini rentan terkena FOMO (fear of missing out), FOPO (fear of other people’s opinions), dan YOLO (you only live once), yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan keuangan menjadi kurang bijak," kata Friderica Widyasari Dewi dalam siaran pers yang diterima, Jakarta, Jumat (17/1/2025).
Dia menjelaskan jika dari laporan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) menerima 6.348 aduan terkait pinjol ilegal dan judi online sepanjang tahun lalu.
"Hal ini cukup mengkhawatirkan karena pada usia rentang tersebut sudah menggunakan pinjol ilegal. Selain itu, maraknya judi online juga perlu diwaspadai karena sangat merusak tatanan kehidupan apalagi kalau sudah kecanduan," katanya.
Menurutnya, judi online itu begitu pandai mendekati anak muda melalui game online atau aplikasi lain secara digital.
"Anak muda menjadi rentan terjerat kejahatan keuangan digital tanpa bekal pengetahuan keuangan yang cukup," jelasnya.
Itu sebabnya, pemerindah maupun stakeholders terkait selalu berusaha meningkatkan literasi kepada masyarakat soal bahayanya judi online.
"Untuk masa depan keluarga yang lebih cerah, mari anak-anak muda untuk memulai kebiasaan-kebiasan baik mengelola keuangan antara lain memaksakan diri untuk menyisihkan penghasilan kita untuk menabung/berinvestasi yang paling penting adalah bisa membedakan yang mana keinginan dan kebutuhan," tandasnya.
Ilustrasi bermain game online (via pexels)