Alasan Kenapa Gosip Identik dengan Wanita, Efek Budaya Patriarki!

Alasan Kenapa Gosip Identik dengan Wanita, Efek Budaya Patriarki!

Bergosip adalah sesuatu yang secara tradisional dianggap suka dilakukan perempuan. Hal ini karena budaya patriarki yang di masa lalu. 

Meski sering dianggap buruk, secara historis gosip adalah hal yang biasa di masa lampau. Istilah ini berasal dari abad ke-12, ketika merujuk pada kerabat dekat, seperti ayah baptis atau saudara kandung. Definisi ini akhirnya diperluas sehingga “gosip” berarti seseorang yang dekat denganmu, biasanya teman dekat. 

Baru pada abad ke-17 arti kata "gosip" menyerupai definisi yang kita gunakan saat ini: seseorang yang terlibat dalam "omong kosong" dan berbagi rahasia. 

Pada masa inilah gosip dikaitkan dengan amoralitas, khususnya bagi perempuan. Menurut aktivis Amerika Silvia Federici: "Persahabatan perempuan adalah salah satu sasaran perburuan penyihir. Dalam konteks inilah 'gosip' berubah dari kata persahabatan dan kasih sayang menjadi kata yang merendahkan dan mengejek."

Bergosip tidak hanya dipandang remeh tetapi juga dapat dihukum. Pada tahun 1547, dikeluarkan proklamasi yang "melarang perempuan berkumpul untuk mengoceh dan berbicara".

Dengan cepat, gosip dipandang sebagai ancaman terhadap masyarakat yang semakin patriarki – perempuan dikucilkan dari tempat kerja karena mereka dilarang bergabung dalam serikat pekerja (asosiasi pengrajin dan pedagang, yang dirancang untuk meningkatkan kepentingan ekonomi anggotanya). 

Bahkan ada aturan yang akan menghukum perempuan yang bergosip. Menurut BBC, ini adalah "bentuk hukuman aneh yang khusus diperuntukkan bagi perempuan" di mana sangkar logam berbentuk moncong dipasang di atas kepala, memaksa paku masuk ke mulut pemakainya untuk menghentikan mereka berbicara.

Perempuan Tidak Lebih Sering Bergosip daripada Laki-Laki

Ilustrasi wanita zaman dulu yang suka mengobrol dengan teman dekat (kompas.com)

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2019 menemukan bahwa perempuan tidak lebih sering bergosip dibandingkan laki-laki, dengan rata-rata orang menghabiskan 52 menit per hari untuk bergosip. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Social Psychological and Personality Science ini menyimpulkan bahwa perempuan terlibat dalam gosip yang lebih netral dibandingkan laki-laki dan bahwa sebagian besar diskusi yang diklasifikasikan sebagai gosip yang diikuti oleh peserta penelitian dapat dianggap sebagai obrolan yang tidak berbahaya dan tidak menghakimi. 

Banyak peneliti dan aktivis percaya bahwa hukuman terhadap perempuan yang bergosip dengan kedok amoral hanyalah upaya untuk menekan suara mereka yang kehilangan haknya. Karena pada akhirnya, gosip adalah cara bagi pihak yang tidak berdaya untuk meminta pertanggungjawaban pihak yang berkuasa. Mempelajari dan menyebarkan informasi tentang orang lain merupakan alat penting untuk mobilitas sosial dan jelas merupakan sesuatu yang menarik perhatian kita saat ini.

Hukuman bagi tukang gosip atau 'scold's bridle' (hima.fib.ugm.ac.id)