Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Universitas Indonesia Dr dr. Luciana Sutanto MS, Sp.GK mengingatkan bahaya obesitas akibat konsumsi minuman berpemanis setiap hari secara terus-menerus.
"Konsumsi terus-menerus minuman berpemanis dapat menyebabkan peningkatan asupan kalori, sehingga meningkatkan risiko obesitas dan penyakit metabolik," kata Luciana.
Diketahui, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mencatat sebanyak 60 anak menjalani terapi penyakit gagal ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Di media sosial dikabarkan banyak anak-anak atau usia remaja menderita penyakit gagal ginjal dan mengharuskan untuk cuci darah, lantaran mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) secara berlebihan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahkan mengimbau masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis mengandung gula yang bisa menyebabkan berbagai risiko penyakit.
Tidak hanya itu, Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dikeluarkan sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman terkait kandungan gula, garam, lemak (GGL) yang berlebihan di masyarakat.
Terkait hal itu, Luciana mengatakan bahwa konsumsi minuman berpemanis, baik dalam kemasan atau tidak, sama-sama memiliki risiko obesitas dan penyakit metabolik seperti diabetes melitus, kolesterol/trigliseridemia meningkat, asam urat meningkat, hipertensi dan gangguan kesehatan lain.
Khusus bagi anak-anak, ia menekankan pentingnya edukasi bagi orang tua dan murid mengenai makan sehat, sehingga tidak mengonsumsi secara berlebihan.
Contoh minuman manis (via Grid)
Menurut dia, edukasi sebaiknya berpedoman pada makan sehat dan pola makan gizi seimbang sesuai arahan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Idealnya, pengetahuan makan sehat berdasarkan Pola Makan Gizi Seimbang sesuai dengan anjuran Pemerintah atau Kemenkes diajarkan di sekolah sejak awal dan masyarakat pada umumnya," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan ada sekitar 13 persen populasi Indonesia atau sekitar 35,8 juta orang, mengalami penyakit gula, dan potensi ini bisa semakin parah bila tidak ditangani secara berkelanjutan.
"Itu dialisis, kalau enggak dilakukan penanganan tiap hari, itu bisa jadi penyakit kronis. Ukuran paling gampang, lihat ukuran celana jeans, kalau di atas 34, kemungkinan gulanya banyak," kata Budi.
Oleh karena itu, dia berharap masyarakat, terutama anak-anak, harus mulai mengurangi konsumsi makanan dan minuman tinggi gula, sebagai pencegahan timbulnya penyakit kronis.
"Anak-anak sekarang minumnya gula semua. Itu yang harus dikurangi. Kembali ke tanpa gula," ujarnya.
Banyaknya konsumsi gula pada makanan dan minuman, lanjut Budi, berkelindan dengan kasus anak yang harus menjalani cuci darah karena mengalami kegagalan ginjal.
Hal ini, berpotensi semakin meluas, dengan tren makanan dan minuman manis saat ini yang makin membuat anak terbiasa mengonsumsi asupan berkadar gula tinggi, karena itu dia meminta agar konsumsi gula dikurangi sesuai batas aman, untuk menekan risiko penyakit.
"Banyak anak sekarang dikasih minum dan makan dengan gula tinggi. Jadi Indonesia suka gula. Padahal gula itu penyebab segala macam penyakit. Mulai dari ginjal, hati, stroke, jantung, itu penyebabnya gula," ujar Budi.
Contoh minuman manis (via Detik)