Benarkah Perempuan Lebih Rentan Mengalami Imposter Syndrome?

Imposter syndrome adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang mereka capai. Benarkah perempuan lebih rentan?

Pernah mendengar istilah imposter syndrome? Gangguan mental yang juga dikenal sebagai sindrom penipu ini adalah fenomena psikologis di mana seseorang merasa tidak pantas meraih kesuksesan yang mereka capai. Mereka merasa seperti penipu yang berpura-pura menjadi kompeten dan takut bahwa suatu saat akan terungkap bahwa mereka sebenarnya tidak layak. 

Fenomena ini dapat memengaruhi siapa pun, tanpa memandang jenis kelamin. Bahkan mantan COO Facebook Sheryl Sandberg dan mantan ibu negara AS Michelle Obama  mengaku sempat mengalami hal ini. Namun benarkah perempuan lebih rentan mengalami imposter syndrome? Simak penjelasannya berikut ini!

Apa Itu Imposter Syndrome?

Sebagai dijelaskan di atas, imposter syndrome adalah masalah mental yang membuat seseorang merasa tidak pantas atau tidak layak untuk meraih prestasi atau sukses yang mereka capai.

Mereka cenderung meremehkan pencapaian mereka sendiri dan menganggap kesuksesan mereka sebagai hasil keberuntungan atau kebetulan, bukan karena kemampuan atau usaha mereka sendiri. Orang-orang yang mengalami imposter syndrome seringkali merasa cemas dan takut bahwa mereka akan dianggap sebagai penipu atau palsu.

Tanda-Tanda Imposter Syndrome

Imposter Syndrome (via Fast Company)

Faktanya, tak semua perasaan rendah diri merupakan gejala sindrom penipu. Berikut ini beberapa tanda-tanda umum yang menunjukkan seseorang mungkin mengalami imposter syndrome:

• Selalu merasa tidak layak atau tidak pantas untuk meraih kesuksesan yang mereka capai.

• Meremehkan pencapaian mereka sendiri dan menganggapnya sebagai hasil keberuntungan.

• Takut bahwa mereka akan dianggap sebagai penipu atau palsu oleh orang lain.

• Menyembunyikan kesulitan atau kegagalan yang mereka alami karena takut akan kehilangan pengakuan atau kesuksesan yang telah mereka raih.

Imposter syndrome pada dasarnya hal wajar jika tidak sampai mengganggu keseharian seseorang. Namun jika perasaan ini semakin menjadi beban dan membuatmu rendah diri, maka sebaiknya kamu mulai memeriksakan diri pada ahli kejiwaan. 

Apa Penyebabnya?

Imposter Syndrome (via Women's Recovery)

Berdasarkan berbagai penelitian, ternyata angka penderita gangguan mental ini cukup banyak dari waktu ke waktu. Adapun imposter syndrome dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

• Perasaan kurang percaya diri atau rendah diri.

• Standar yang tidak realistis yang diterapkan pada diri sendiri.

• Pengalaman masa lalu di mana seseorang mungkin telah diremehkan atau merasa tidak diakui.

• Lingkungan kerja atau pendidikan yang kompetitif dan menekan.

• Perbedaan gender atau budaya yang mungkin memengaruhi cara seseorang menilai diri mereka sendiri.

Sindrom ini bisa sangat mengganggu jika tak diatasi dengan baik, salah satunya berujung pada penurunan prestasi dan sikap menutup diri dari hubungan sosial. Karenanya, jika mengalami gejala-gejala yang disebutkan, kamu perlu segera melakukan tindakan yang tepat.

Benarkah Perempuan Lebih Rentan Mengalaminya?

Imposter Syndrome (via Redbook)

Meskipun imposter syndrome dapat memengaruhi siapa pun, ada bukti bahwa perempuan lebih rentan mengalaminya. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap imposter syndrome termasuk:

• Stereotip gender yang menempatkan standar yang lebih tinggi pada perempuan dalam dunia kerja atau pendidikan.

• Tekanan untuk berhasil dalam banyak peran yang berbeda, seperti profesional, ibu, dan pasangan.

• Kurangnya representasi perempuan dalam posisi kepemimpinan atau bidang yang didominasi oleh pria.

• Pengalaman diskriminasi atau marginalisasi yang mungkin membuat perempuan merasa kurang diakui atau dihargai.

Walaupun perempuan mungkin terlihat lebih rentan mengalami imposter syndrome, sebagai akibat dari kondisi sosial, namun fenomena ini sebenarnya sangat kompleks dan dapat memengaruhi siapa pun. Dengan memahami gejala dan penyebab, maka kita semua bisa melakukan tindakan preventif untuk mengatasinya.

Imposter Syndrome (via Forbes)