Meningkatnya kekhawatiran soal deforestasi di Indonesia, terutama setelah banjir besar di Sumatra yang menimbulkan duka mendalam, membuat warganet semakin gencar menyuarakan pentingnya menjaga hutan. Salah satu topik yang belakangan ramai dibicarakan adalah ide urunan untuk membeli kawasan hutan.
Sebetulnya, konsep pelestarian hutan melalui upaya swadaya bukanlah hal yang baru. Di Indonesia sudah banyak gerakan dan platform yang mempromosikan pentingnya menjaga kawasan hijau, sekaligus mengajak masyarakat ikut berdonasi untuk kegiatan reforestasi hingga konservasi.
Tujuan utama dari gerakan semacam ini adalah memastikan kelestarian habitat alami bagi berbagai flora dan fauna, sekaligus membantu menekan dampak perubahan iklim dengan mempertahankan hutan tetap utuh.
Di banyak wilayah, terdapat contoh nyata individu, komunitas, hingga keluarga yang membeli, merawat, dan mengelola kawasan hutan dengan dana dan tenaga sendiri. Berikut beberapa contoh inisiatif masyarakat yang relevan dengan tren ajakan patungan membeli hutan yang kini ramai di media sosial:
1. Organisasi Lingkungan dan Platform Penggalangan Dana
Sejumlah organisasi pecinta lingkungan telah lama mengamankan atau membeli lahan hutan berkat dukungan donasi publik. Model pengelolaan seperti ini biasanya melibatkan pengumpulan dana untuk membeli lahan yang rentan dialihfungsikan, mengelolanya sebagai kawasan konservasi, serta menjadikannya habitat satwa liar dan ruang edukasi masyarakat.
Di Indonesia, terdapat gerakan seperti Hutan Itu Indonesia yang aktif mengkampanyekan pentingnya menjaga hutan, serta platform seperti LindungiHutan dan BumiBaik yang fokus pada penggalangan dana untuk penanaman kembali dan konservasi.
Selain itu, platform donasi seperti KitaBisa.com, Dompet Dhuafa, dan lainnya juga kerap membuka kampanye untuk pemulihan hutan—mulai dari pembibitan, distribusi bibit ke warga, hingga pemantauan kawasan rehabilitasi. Model ini sudah lama digunakan lembaga konservasi dalam maupun luar negeri dan terbukti efektif menjaga hutan dalam skala kecil hingga menengah.
2. Hutan Ibu Rosita
Apa yang dikenal sebagai “Hutan Ibu Rosita” sejatinya adalah Hutan Organik Megamendung, yang dirintis oleh Rosita Istiawan dan keluarganya di Megamendung, Bogor sejak tahun 2000. Berawal dari cita-cita mendiang suaminya untuk memiliki rumah yang dekat dengan alam dan menjaga lingkungan bagi generasi berikutnya, Rosita membeli sebidang lahan pada tahun 1997.
Deforestasi di Indonesia (betahita)
Saat itu kondisi lahannya sangat tandus, nyaris tanpa vegetasi, dan tidak memiliki sumber mata air. Ketika banyak lahan sekitar berubah menjadi area vila atau perumahan, Rosita justru mempertahankan kawasannya agar tetap alami.
Mereka mulai menghijaukan lahan tersebut dengan menanam pohon pionir, pohon keras endemik, serta berbagai tanaman buah. Proses penanaman dilakukan secara organik, dengan pendekatan agroforestri yang memadukan pohon, sayuran, dan peternakan dalam satu sistem.
Dari lahan kritis seluas 1 hektar, wilayah itu berkembang menjadi hutan organik sekitar 30 hektar dengan lebih dari 40 ribu pohon yang ditanam. Seiring waktu, kawasan ini menjadi rumah bagi berbagai jenis burung dan satwa kecil, sekaligus berfungsi sebagai penyangga keseimbangan ekosistem setempat.
3. Hutan Kelekak yang Dilestarikan Masyarakat
“Hutan Kelekak” merujuk pada tradisi pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal di Bangka Belitung yang masih terus dijaga hingga kini. Sistem ini adalah bentuk agroforestri berkelanjutan, di mana masyarakat menanam berbagai jenis tanaman untuk kebutuhan hidup tanpa merusak keseimbangan hutan.
Hutan milik Ibu Rosita (kompas)
Kelekak memadukan unsur hutan, kebun, dan pertanian dalam satu lanskap, serta mengandung nilai ekologis, sosial, ekonomi, hingga budaya. Kawasan ini bahkan berkembang menjadi destinasi ekowisata yang menarik.
Hutan Kelekak tetap dijaga karena perannya sangat vital—menjadi sumber pangan, obat-obatan, penjaga ketersediaan air, serta tulang punggung keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Kelekak menjadi contoh kuat bahwa kearifan tradisional dan hutan adat mampu menjadi benteng konservasi yang efektif.
Hutan Kelekak (trubus.id)