Alasan Kenapa Cuma Ada 3 Parpol di Masa Orde Baru, Ternyata Karena Ini

Alasan Kenapa Cuma Ada 3 Parpol di Masa Orde Baru, Ternyata Karena Ini

Masa Orde Baru menandai bahwa masa Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno telah selesai. Sekaligus masa pemerintahan Soeharto dimulai.

Mungkin kalian generasi Z dan Y tidak banyak tahu soal situasi politik di era orde baru. Apalagi soal kenapa di zaman orde baru hanya ada 3 partai politik, berbeda dengan sekarang yang banyak sekali partainya. Sampai gak bisa kalau disuruh nyebutin satu-satu.  

Nah, kebetulan sekali. Artikel ini kurang lebih akan menjawab pertanyaan kenapa hanya ada 3 parpol di era Orde Baru. Jadi, yuk saatnya belajar sejarah lewat artikel ini!

Partai yang mengikuti Pemilu di era Orde lama (sejarahindonesiadahulu.blogspot.com)

# Golkar, PPP, dan PDI di Era Orde Baru

Seperti yang sudah disebutkan tadi. Di zaman orde baru hanya ada 3 partai politik yang boleh mengikuti Pemilu. 3 Partai Politik itu adalah Partai Golkar (Golongan Karya), PPP (Partai Persatuan Pembangunan), dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Ketiga partai itu disaring oleh Soeharto dari 9 partai besar dan organisasi lain di Indonesia.

Pemilu pertama di era Orde Baru sendiri digelar pada tahun 1971. Begitu juga Pemilu kedua di Indonesia. Sebelumnya, di era era pemerintahan Soekarno Pemilu digelar tahun 1955.

Ada 360 kursi yang diperebutkan 9 Parpol dan Sekber Golkar dalam Pemilu 1971. Ditambah 100 kursi dari tentara ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang sekarang disebut TNI. Jadi total jumlah kursi di DPR adalah 460.

Golkar di masa itu adalah gabungan dari kurang lebih 200 organisasi pendukung Orde Baru. Golkar bahkan tidak termasuk dalam sembilan Parpol Indonesia, namun kemudian diaggap menjadi satu partai politik.

Di era itu, Golkar tercatat memenangkan 227 kursi di DPR. Sedangkan NU mendapat 58 kursi, Parmusi 24 Kursi, dan PNI 20 kursi. Sisa kursinya kemudian direbut oleh Parkindo, Partai Katolik, dan Murba. 

Situasi Pemilu tahun 1971 (pemilu.kompas.com)

# Alasan Hanya Ada 3 Parpol

Usai Pemilu 1971, Soeharto menganggap bahwa tidak perlu ada terlalu banyak partai di Indonesia. Alasannya, karena konstituante tahun 1955-1959 gagal. Karena ada banyak Parpol, keputusan malah sulit diambil karena seluruh Parpol malah sibuk ngotot dan berdebat.

Soeharto kemudian  memanggil para ketua Parpol untuk menjelaskan pendapatnya. Soeharto punya anggapan bahwa sebuah partai politik harus memiliki sisi material dan spiritual yang seimbang. Kalau memakai istilah zaman sekarang ya berarti, Parpol harus Nasionalis Religius.

Dalam biografi Soeharto berjudul "Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya" karya Ramadhan KH dan G Dwipayana, Soeharto mengungkapkan, "Dengan demikian maka kita sampai pada pikiran, cukuplah kita adakan dua kelompok saja dari sembilan partai, ditambah satu kelompok dari Golongan Karya. Tetapi tanpa dipaksa."

 

Pengelompokan Parpol itu kira-kira jadinya seperti ini:

1. PDI, gabungan dari PNI, IPKI, dan Partai Katolik.

2. PPP, gabungan dari NU, PSII, Parmusi, dan Perti.

3. Golkar, gabungan dari kurang lebih 200 organisasi pendukung Orde Baru.

Soeharto juga menekankan bahwa jangan ada Parpol yang hanya menonjolkan agamanya. Itulah mengapa partai partai Islam tersebut dijadikan satu menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan program spiritual-materil.

Itulah mengapa di DPR kemudian terbentuk 3 fraksi: Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia.

Soeharto saat menjabat sebagai Presiden di Era Orde baru (tirto.id)